Nasional

Pengamat Nilai Kebijakan Cleansing Guru Honorer Tidak Manusiawi

Sabtu, 20 Juli 2024 | 15:30 WIB

Pengamat Nilai Kebijakan Cleansing Guru Honorer Tidak Manusiawi

Pakar pendidikan Unnes, Edi Subkhan. (Foto: instagram/@edi_subkhan)

Jakarta, NU Online

Bergulirnya program pemerintah untuk mengurangi tenaga honorer melalui program cleansing mendapat tanggapan beragam dari dunia Pendidikan. Pengamat Pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan, menilai tindakan tersebut tidak berperikemanusiaan.


"Perusahaan yang sifatnya profit saja kalau mau pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah diberitahukan jauh-jauh hari. Jadi karyawan paham dan dapat mempersiapkan mental dan ekonominya. Ini di institusi pendidikan kok malah tidak manusiawi," tutur Edi kepada NU Online, Sabtu (20/7/2024).


Namun, Edi juga menilai pengangkatan guru honorer oleh sekolah selama ini relatif problematis. Banyak kasus menunjukkan bahwa proses seleksi tidak proper dan cenderung nepotis karena kedekatan dengan kepala sekolah.


Akibatnya, kata Edi, banyak guru honorer yang memiliki kualifikasi tidak standar walaupun ada juga yang berkualifikasi tinggi namun hal ini kasuistik.


"Apa yang dilakukan oleh pemerintah mestinya sesuai skenario awal yakni guru honorer yang di sekolah-sekolah negeri diberi kesempatan jadi PNS dan jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) jadi tetap ada seleksi untuk jaga mutu guru," kata dia.


Edi juga mengusulkan agar pemerintah memberikan batas waktu yang jelas bagi guru honorer untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jika tidak tertampung, pemerintah dapat membantu menyalurkan mereka ke sekolah lain yang membutuhkan, baik negeri maupun swasta terutama di daerah yang kekurangan guru termasuk remote area.


"Tidak mudah memang, karena guru honorer biasanya sudah tinggal di tempat yang terjangkau ke sekolahnya, jadi agak sulit untuk pindah tempat, apalagi biasanya orang memang cenderung mencari kemapanan karir dan tempat tinggal," jelasnya.


Posko aduan guru honorer

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta membuka posko pengaduan selama seminggu mulai Kamis, 18 Juli 2024 sampai Kamis, 25 Juli 2024 untuk mengakomodasi para guru honorer yang terkena kebijakan cleansing.


Selama 2 hari posko pengaduan korban kebijakan cleansing guru honorer dibuka, sudah ada 100 pengadu baru. Total aduan yang masuk mencapai 207 dan menurut dia kemungkinan masih bisa bertambah lagi.


"Kemarin ada 100 pelapor baru. Kalau di posko lama ada 107 (pengaduan ke P2G)," kata Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G, Iman Zanatul Haeri.


NU Online juga menghubungi guru honorer di salah satu sekolah negeri di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat yang juga menjadi salah satu korban cleansing  akibat kebijakan dari Dinas terkait.


Nabila, guru honorer yang bekerja lebih dari setahun harus mengalami cleansing imbas dari masuknya guru PPPK di sekolah. Nabila kecewa lantaran tidak diberitahu oleh pihak sekolah jauh-jauh hari untuk mencari sekolah baru.


"Tidak ada pemberitahuan itu tepatnya kemarin awal bulan Mei kedatangan guru PPPK. Guru tersebut bertugas guru kelas atau yang akan menepati kelas saya. Saya diberi waktu sampai kenaikan kelas yaitu sampai bulan juni untuk menyelesaikan tugas," kata Nabila.


Nabila tak mudah keluar dari sekolah begitu saja karena terhalang peraturan Dapodik. Ia akhirnya dipindah tugas menjadi petugas perpustakaan hingga memperoleh sekolah swasta.


"Untuk semester ini saya sementara waktu ditugaskan untuk diperpustakaan karena kabar yang beredar guru honorer tidak bisa dikeluarkan tetapi saya disuruh untuk mencari sekolah swasta agar dapodik saya masih bisa ditarik," ungkapnya.