Nasional

Ratusan Guru Honorer Diberhentikan, Bagaimana Nasib Mereka ke Depan?

Selasa, 16 Juli 2024 | 22:39 WIB

Ratusan Guru Honorer Diberhentikan, Bagaimana Nasib Mereka ke Depan?

Gambar hanya sebagai ilustrasi seorang guru sedang mengajar murid di kelas. Gambar ini tidak terkait dengan isi berita. (Foto: dok. NU Online Lampung)

Jakarta, NU Online

Ratusan guru honorer di sekolah negeri diberhentikan secara sepihak oleh Dinas Pendidikan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.


Salah satu guru honorer, Badri (bukan nama sebenarnya), yang telah mengajar sejak 2019 di SMP Negeri di kawasan Jakarta Utara menceritakan awal pemutusan kontrak dari pihak sekolah.


Badri tak mengetahui alasan pasti pemutusan kontrak kerja. Apakah yang diputus mereka yang tidak punya Data Pokok Pendidik (Dapodik), yang belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Pendidikan (NUPTK), atau yang sertifikasi honor tetap diberhentikan?


Pihak sekolah hanya memberi tahu bahwa kontraknya tidak diperpanjang lagi dengan alasan jam pelajaran yang diberlakukan sekolah telah mencapai 35/36 jam, sementara jumlah guru gemuk sehingga guru honorer harus diberhentikan.


“Saya enggak ngerti apa yang terjadi, sangat miris. Saya sendiri sudah memiliki Dapodik tidak dilihat, bahkan teman lain yang sudah NUPTK masih bernasib sama diputus kontrak dengan kalimat horor,” kata Badri kepada NU Online, Selasa (16/7/2024).


Badri merasa kecewa dan bingung mengingat pemutusan kontrak ini tidak hanya mempengaruhi dirinya tetapi juga keluarganya. Selain itu, ia kesulitan mencari lowongan kerja sebagai guru honorer di sekolah negeri yang sudah memulai tahun ajaran baru.


“Jadi bagi honorer tahun anggaran dimulai dari Januari sampai Desember, pasti perencanaan di akhir tahun sebelumnya, tapi tahun ajaran kan dimulai Juli maka ketika ada honorer masuk di tengah jalan agak berat cara memposisikannya,” kata Badri.


“Pihak dinas semestinya bisa melihat mereka setelah diberhentikan atau dinonaktifkan. Karena bukan hanya satu orang yang terluka tapi ada keluarga dan anak yang terdampak,” ujarnya.


Cleansing berdampak pada beban kerja guru

Wakil Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Achmad Zuhri menilai, pemutusan kontrak guru honorer akan berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan beban kerja guru tetap yang tersisa.


“Guru honorer selama ini berperan penting dalam mengisi kekosongan tenaga pengajar di banyak sekolah. Kekurangan tenaga pengajar akibat pemutusan kontrak ini berpotensi meningkatkan beban kerja guru tetap yang tersisa yang pada akhirnya dapat mempengaruhi efektivitas pembelajaran dan kesejahteraan guru,” ujarnya.


Pemutusan kontrak sepihak ini juga menimbulkan masalah serius terkait keamanan pekerjaan dan kesejahteraan para guru honorer. Banyak dari mereka telah mengabdi selama bertahun-tahun dengan harapan mendapatkan pengangkatan sebagai pegawai tetap.


“Pemutusan kontrak secara sepihak ini dapat merusak stabilitas ekonomi mereka dan keluarga, mengingat gaji guru honorer sering kali sudah berada di bawah standar. Selain itu mereka musti dibebankan untuk mencari sumber penghasilan lainnya,” jelasnya.


Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri Iman mengungkapkan, fenomena 'pengusiran halus' para guru honorer ini terjadi di daerah seperti Jawa Barat, Lampung dan Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Akan tetapi metode cleansing (pembersihan) baru ditemui di Jakarta.


“Pada 5 Juli 2024 atau pada pekan pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran baru 2024/2025 di Jakarta, para guru honorer mendapatkan pesan horor: yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah. Selain itu kepala sekolah mengirimkan formulir cleansing guru honorer kepada para guru honorer agar mereka isi,” ungkap Iman.


“Total guru honorer di sekolah negeri di DKI Jakarta terdata BKN adalah 4.835. Laporan yang masuk terdampak cleansing per hari ini sudah 107 guru honorer. Jumlahnya sudah ratusan,” tambahnya.


Berdasarkan laporan yang diterima P2G, imbuh Iman, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (pasal 7 ayat 2).


“Jika kebijakan cleansing ini merupakan dampak dari upaya menata kebijakan ASN sebagaimana amanat UU Aparatur Sipil Negara nomor 20 Tahun 2023 maka bertentangan dengan asas dalam Undang-Undang tersebut. Bahwa penyelenggaraan kebijakan ASN, berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan (pasal 2 a-m),” tandasnya.


Penjelasan Disdik

Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin buka suara soal ratusan guru honorer di Jakarta yang secara tiba-tiba diputus kontrak mengajarnya. Budi menyebut pemecatan ini merupakan kebijakan cleansing buntut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


“Kami melakukan cleansing hasil temuan dari BPK," kata Budi kepada wartawan.


Budi menerangkan, saat ini Disdik DKI tengah melakukan penertiban tenaga honorer di satuan pendidikan negeri wilayah Jakarta, mengacu pada Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022.


Dalam regulasi tersebut, dinyatakan guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), serta belum mendapat tunjangan profesi guru.


Sementara ratusan guru honorer yang dipecat adalah mereka yang diangkat oleh kepala sekolah tanpa mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta sehingga.mereka tak memiliki NUPTK.


“Guru honorer saat ini diangkat oleh kepsek (kepala sekolah) tanpa rekomendasi dari dinas pendidikan yang dibiayai oleh dana BOS,” ungkap Budi.