Kesehatan

Mabuk Kecubung Sempat Viral di Kalsel, Ini Dampaknya bagi Kesehatan

Sabtu, 20 Juli 2024 | 13:00 WIB

Mabuk Kecubung Sempat Viral di Kalsel, Ini Dampaknya bagi Kesehatan

Tanaman kecubung. (Foto: dok. istimewa/X)

Jakarta, NU Online

Kecubung belakangan jadi perbincangan hangat di Kalimantan Selatan. Pasalnya, 47 orang sempat dikabarkan mabuk kecubung dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum, Kalsel. Mereka awalnya diduga mengalami mabuk buah kecubung, 3 orang di antaranya meninggal dunia.


Belakangan, kabar soal itu tidak benar karena kasus yang terjadi ialah orang-orang tersebut mabuk dan bertingkah aneh setelah minum pil putih tanpa merek. Hal itu setelah salah satu korban telah sadar dan memberi keterangan. Pihak rumah sakit menerangkan, para korban sempat dikira mengonsumsi kecubung karena efek yang ditimbulkan mirip seperti setelah makan kecubung.


Kecubung atau nama latin Datura metel L merupakan tanaman dari spesies terong-terongan (Solanaceae) yang bentuknya menyerupai trompet berwarna putih atau ungu, serta buah yang berbentuk bulat dan berduri. Tanaman ini, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1754 oleh ilmuwan bernama Linnaeus.


Di Indonesia, kecubung sering dijadikan tanaman hias karena bentuk bunganya yang khas dan cantik. Karena mengandung beragam senyawa aktif, kecubung juga sering dijadikan sebagai obat alternatif. Tanaman ini dipercaya dapat menyembuhkan memar, luka, sakit gigi, demam, rematik, asam urat, dan asma.


Kecubung juga memiliki zat beracun yang dapat menimbulkan beberapa gejala berbahaya jika dikonsumsi, terlebih jika disalahgunakan sebagai zat adiktif atau psikotropika.


Dalam Pedoman Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia menyatakan bahwa kecubung merupakan suatu substansi yang memiliki efek halusinogenik yang belum dikategorikan sebagai kelompok narkotika. Meskipun demikian, kecubung telah banyak disalahgunakan oleh masyarakat akibat efek klinis yang didapat serta mudah ditemukan.


Berdasarkan survei BNN tahun 2006 mengenai penyalahgunaan pemakaian dan peredaran obat-obatan terlarang pada kelompok pelajar di 18 provinsi di Indonesia, ditemukan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi tertinggi kasus penyalahgunaan kecubung. Sementara pada bulan April 2018, terdapat sebuah kasus keracunan kecubung yang terjadi pada empat orang perempuan muda akibat efek halusinogeniknya.


Studi kasus remaja mabuk kecubung

Studi kasus oleh Monica Djaja Saputera dan Jessica Djaja Saputera dalam jurnal berjudul Intoksikasi Kecubung: Sebuah Laporan Kasus pada Remaja Laki-laki Usia 16 Tahun di Kabupaten Kuningan mengungkapkan bahwa seorang remaja berusia 16 tahun mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi kecubung. Remaja tersebut menunjukkan gejala delirium, agitasi, dan inkoherensi pembicaraan, serta gangguan sistem otonom.


"Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gangguan sistem otonom seperti takikardi (120 kali per menit), pupil midriasis (diameter 7 mm/7 mm), mukosa mulut kering, dan tanpa tanda gangguan neurologik fokal," tulisnya dalam jurnal dikutip NU Online, Ahad (20/7/2024).


Dijelaskan bahwa gejala intoksikasi alias keracunan kecubung biasa terjadi selama 30-60 menit setelah tertelan hingga 24-48 jam setelahnya. Kondisi tersebut diakibatkan alkaloid tropan yang menghambat absorpsi dan eliminasi makanan di lambung. Efek lainnya seperti halusinasi, kecanduan, delirium alias linglung, dehidrasi, hingga mempengaruhi sistem syaraf.


"Selain itu, kandungan katinona dalam kecubung juga dapat menyebabkan efek seperti euforia berlebihan, sulit tidur, dan percaya diri berlebihan yang berlangsung selama 4-6 jam. Setelah efek katinona hilang, gejala berikutnya adalah mengantuk, lemas, dan depresi," pungkasnya.


Berikut cara mengatasi efek samping kecubung dari Alodokter. Pertama, Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah proses yang dilakukan untuk mencegah penyerapan zat-zat beracun oleh tubuh. Biasanya detoksifikasi dilakukan dengan memberikan carian yang dicampur dengan arang aktif.


Kedua, Obat-obatan. Memberikan obat-obatan terkadang juga diperlukan untuk mengatasi gejala keracunan buah kecubung, seperti delirium. Dokter atau tenaga medis biasanya akan memberikan fisostigmin salisilat melalui cairan infus untuk menetralkan racun yang telah diserap tubuh.


Ketiga, Pemantauan. Selain penanganan di atas, dokter atau tenaga medis juga akan melakukan pemantauan untuk mengamati gejala yang muncul serta keberhasilan dari penanganan yang diberikan.


Meski dipercaya bermanfaat bagi kesehatan karena berbagai kandungan nutrisi dan senyawa aktifnya, mengonsumsi kecubung justru mengakibatkan efek berbahaya, terlebih jika disalahgunakan sebagai zat adiktif atau psikotropika.