Warta TAHUN BARU HIJRIYAH

Lembaga Takmir Masjid NU Serukan Cinta Al-Quran

Sen, 28 November 2011 | 03:50 WIB

Jakarta, NU Online
Anak berusia sembilan tahun itu dengan tekun menggoreskan penanya di atas selembar kertas. Mata pena itu melahirkan rangkaian kalimat ayat demi ayat yang tertera dalam Al-Quran.

Ia bernama Muhammad Hamid. Di sampingnya berderet teman-temannya yang berpakaian serba putih dengan peci putih. Di deretan sebelahnya berjajar pula anak-anak berkerudung kelabu, berbaju putih panjang dan bermaksi biru telor asin.

<>Mereka adalah para santri dari pondok pesantren Darul Rasul, Cibinong, Bogor, Jawa Barat pimpinan KH. Ahmad Baihaqi. Pesantren yang yang berdiri tahun 2002 ini, menurut Irmayanti, pengasuh, dikhususkan untuk para santri dari Papua. Hamid misalnya, berasal dari Sorong.

Para santri yang berjumlah 91 orang itu bergabung bersama 600-an peserta lainnya, yang rata-rata bermata sipit. Semua serentak menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dari surat pertama hingga akhir.

Mereka adalah para mualaf yang turut serta dalam “Gerakan Cinta Al-Quran dan Masjid” yang digagas Pengurus Pusat (PP) Lembaga Takmir Masjid Nadlatul Ulama (LTMNU), persis tanggal 1 Muharom atau bertepatan hari Sabtu 26 November.

Acara yang bertempat di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, ini dalam rangka menyambut Tahun baru Hijriyah 1  Muharam 1433 H dengan tema “Dari Rumah-Nya, Kita Makmurkan Bumi-Nya”>

Menurut Ketua LTMNU KH Abdul Manan A. Gani, gerakan ini bertujuan memotivasi umat Islam untuk terus membaca Al-Quran. "Tidak hanya itu, tapi kemudian memahaminya dan mengamalkannya," tegasnya.

Sementara Ketua Umum PBNU Dr. KH Said Aqil Sirodj menyatakan bahwa gerakan ini merupakan jihad peradaban.

"Al-Qur'an sampai ke tangan kita dengan jerih payah para sahabat Rasulullah, para ulama, kita wajib ikut menjaganya dengan menjalankan isinya," terang Kang Said.

Mushaf kolektif yang ditulis para mualaf dua hari lalu itu, kemudian akan dikoreksi olah Jam’iyatul Qura wal-Hufaz (JQH), sebuah lembaga para qori dan penghapal Al-Quran yang tergabung dengan NU.

Lembaga ini didirikan oleh KH. A. Wahid Hasyim 15 Januari 1951, bertepatan dengan 12 Robiul Awal 1371 H. Lembaga yang pertama kali diimpin KH Abubakar Aceh inilah yang pertama kali mengadakan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) antarpesantren yang kemudian jadi program nasional umat Islam Indonesia.
Di samping itu, gerakan ini juga mengadakan lomba kaligrafi Al-Quran. Juga memamerkan terjemahan Al-Quran bahasa Indonesia yang terbaru bernama Al-Quran dan Tafsirnya.

Menurut Dedie Rivado, seorang panitia, pengerjaan tafsir ini dilakukan oleh berbagai pakar di segala bidang. Bahkan melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dedi menambahkan, tafsir ini pertama kali dipamerkan. Jadi sekaligus launching.

Tentang tafsir ini, KH. Ahsin Saqo, Ketua JQH, berpandangan bahwa tafsir ini berusaha memasukkan corak tafsir ilmi atau tafsir yang bernuansa sains dan teknologi yang ditulis dengan sederhana. Tafsir ini merupakan refleksi atas kemajuan teknologi yang sedang berlangsung.

Acara menyambut 1 Muharam ini dihadiri warga nahdliyin dari berbagai daerah, terutama Jabodetabek, Bandung, bahkan Sidoarjo. Berbagai petunjukan berlangsung mengiringi acara. Tapi yang menjadi perhatian waraga nahdliyin adalah para mualaf yang hampir dua jam tetap tekun menggenapkan 30 juz Al-Quran. 

“Panitia, panitia,” panggil salah seorang berambut lurus pendek, berkoko putih dan celana coklat. “Saya sudah beres, nih!” terang pria bermata sipit berusia 40 tahun ini dengan senyum terkembang. Tangan kananya mengacungkan selembar kertas yang langsung dijepret cahaya kamera dari berbagai penjuru.

Ia peserta pertama yang menyelesaikan penulisan 605 mualaf menulis Al-Quran. Dia bernama Sun Ken Hok, seorang jamaah dari masjid Lao Tze, Jakarta. 

 

Penulis: Abdullah Alawi