Opini

Kilas Balik Penyelenggaraan Haji dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

Jum, 5 Juli 2024 | 15:00 WIB

Kilas Balik Penyelenggaraan Haji dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

(Ilustrasi: Freepik)

Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah adalah bukan semata kegiatan ibadah, tetapi berdimensi sosial-budaya, ekonomi, juga wisata religius. Di dalamnya juga terdapat diplomasi antarnegara, persaudaraan umat sejagad (ukhuwah insaniyah) dan segala hal ihwal komunikasi antarnegara dan bangsa.


Dimensi keagamaan, kebangsaan dan kemanusiaan menjadi penting dan tak boleh diabaikan. Kesuksesan penyelenggaraan haji tahun 2024 tidak lepas dari ikhtiar Kementerian Agama mengkonsolidasi pelbagai kepentingan dimaksud.


Dilihat dari pelbagai sudut pandang dan kompleksitas persoalan, yang ditangani oleh Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH), penyelenggaraan haji tahun 2024 sukses dengan pelbagai inovasi.


Apresiasi kesuksesan penyelenggaraan haji telah diakui oleh banyak kalangan dari mulai Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, MUI, MPR, Ormas Keagamaan, aktivis, dan institusi lain serta para pengamat.


Salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji 2024, sehingga haji tahun ini adalah haji terbaik, adalah adanya Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev), yang berasal dari kalangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Di samping dari unsur Staf Khusus dan Tenaga Ahli Menteri, Balitbang Diklat Kementerian Agama dan Pejabat Eselon II Kemenag.


Tercatat, di antara mereka adalah para Rektor PTKIN ternama seperti Prof. Akh. Muzakki dari UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Masnun Thahir UIN Mataram, Prof. Hamdan Juhanis UIN Alauddin Makassar, Prof. Martin Kustati UIN Imam Bonjol Padang, Prof. Ahmad Tholabi WR I UIN Jakarta dan dipimpin oleh Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Abu Rohmat. 


Tim Monev tersebut seakan melengkapi Tim Pemantau (Tim Pengawas Haji) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sebagai instrumen pengawasan internal, dan Pengawas eksternal dari DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


PTKI dan asistensi peningkatan layanan
PTKI dalam rekam asistensi peningkatan layanan haji dan umrah telah banyak berkontribusi. Melalui Surat Keputusan Dirjen PHU Kemenag RI Nomor D/127/2016 tentang penyelenggaraan program sertifikasi pembimbing manasik haji, sebagian besar PTKIN telah menyelenggarakan program pelatihan dan meluluskan ribuan alumni pembimbingan manasik haji tersertifikasi. 


PTKI berperan penting dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dengan ketersediaan SDM pembimbing manasik yang berkualitas.


Selanjuntnya, PTKI perlu terus berkomitmen dalam melakukan kajian dan penelitian tentang haji dari perspektif fikih spiritual, fikih pembinaan, perlindungan, dan pelayanan, melakukan publikasi karya-karya penelitian, melakukan perbaikan pengelolaan sertifikasi pembimbing ibadah haji dalam kerangka mencetak pembimbing yang memiliki kecakapan masa depan dengan literasi digital, dengan kompetensi pedagogik, profesional, berkepribadian dan keterampilan sosial. 


Dalam melakukan pengawasan dan evaluasi pengelolaan kelembagaan, PTKI juga berperan melakukan pendampingan akreditasi kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Hal ini sejalan dengan UU No. 8 Tahun 2019 yang memberikan mandat peningkatan kualitas layanan ibadah haji dan umroh. 


PTKI dapat memberikan pelayanan kepada KBIHU dan PPIU binaan dalam bentuk pendampingan akreditasi guna meningkatkan layanan bimbingan kepada Jemaah Haji.


Pengembangan program studi
Tulisan ini akan difokuskan pada penyelenggaraan haji dikaitkan dengan Pengembangan Program Studi (Prodi) Keagamaan, pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).


Sehingga hadirnya para akademisi yang tergabung dalam Tim Monev akan berdampak signifikan bagi pengembangan keilmuan dan kajian haji dan umroh.


Dengan latar belakang akademisi, sebagian Tim Monev diharapkan tidak saja menjalankan fungsi monitoring dan evaluasi secara administratif, tetapi sepulang dari tanah suci, akan memiliki dan berkomitmen pada pengembangan prodi Keagamaan khususnya Haji dan Umroh, yang Tengah dikembangkan oleh PTKI.


Dalam dasawarsa terakhir ini, di beberapa PTKIN telah membuka Prodi Manajemen Haji dan Umrah. Sebagian bernaung pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan sebagian lain pada fakultas-fakultas yang sejenis. Hal ini sebagai ikhtiar, untuk menjawab kebutuhan masyarakat Muslim Indonesia, pengembangan keilmuan dan juga pemenuhan sumber daya manusia (SDM) yang ahli di bidang haji dan umrah.


Jika kita cermati secara saksama, sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam penyelenggaraan haji dan umrah selama ini adalah bukan berasal dari orang-orang yang berlatar belakang keilmuan haji dan umrah secara khusus.


Basis pengetahuan dan pengalaman Keagamaan Islam yang dimiliki dan pengalaman teknis penyelenggaraan, menjadi bekal terbaik, bagi sumber daya manusia yang selama ini terlibat. Karenanya di UIN Walisongo misalnya menjadi pilot projek pertama lahirnya Jurusan/Prodi Haji dan Umroh, kemudian menyusul PTKIN lainnya.


Jurusan/Prodi Manajemen Haji dan Umrah, mempunyai prospek kerja yang menjanjikan, yang tak kalah dengan prodi laris lainnya. Beberapa bidang pekerjaan yang bisa dipilih antara lain, dosen, peneliti, pengamat, Staf Lembaga Keagamaan, Staf di Agen Travel Haji dan Umrah, Pembimbing dalam Perjalanan Haji dan Umrah, Mendirikan Travel Haji dan Umrah, dan lain sebagainya.


Tour Laeder Umroh dipahami sebagai orang yang memiliki kapasitas yang bertanggung jawab sebagai pemimpin rombongan dalam suatu perjalanan haji dan umrah. Maka pemahaman dan ketrampilan keagamaan utama harus dikuasai.


Selain itu tentu soal hal ihwal penyelenggaraan seperti transportasi, konsumsi dan akomodasi, juga tak kalah pentingnya adalah soal komunikasi.


Sementara Staf Lembaga Keagamaan (tenaga teknis administratif) yang dimaksud adalah alumni Jurusan/Prodi Haji dan Umroh menjadi orang yang akan bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dalam penyelenggaraan hai dan umroh. Dalam konteks ini menjadi birokrat pada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, Kanwil Kementerian Agama hingga ke bawah, juga pada BPKH.


Dosen, peneliti dan pengamat haji dan umroh, juga menjadi out put penting jurusan ini. Melalui tangan-tangan dingin mereka akan meramu ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang haji dan umrah melalui penguatan Tri Dharma Pendidikan Tinggi.


Sejak dini para mahasiswa Jurusan Manajemen Haji dan Umrah dibekali dengan kemampuan komunikasi, melakukan analisis, berpikir kritis, berpikir rasional, meneliti, dan kemampuan melakukan observasi. Sehingga mereka siap pakai dalam penyelenggaraan haji dan umrah.


Namun agaknya interrelasi antara dunia pendidikan tinggi dengan gawe besar penyelenggaraan haji dan umroh harus dikuatkan. Baik pada pemenuhan sumber daya manusia, kelembagaan, kurikulum dan pembelajaran hingga aspek-aspek lain tentang masa depan haji dan umroh di negara kita.  


Kurikulum yang dinamis
Pelbagai inovasi dan adaptasi penyelenggaraan haji yang sudah dan tengah dilakukan oleh Kementerian Agama di bawah komando Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas, perlu dicermati. Diantaranya berkaitan dengan fast track, istitha’ah kesehatan jamaah haji, murur, dan tanazul


Ijtihad keagamaan dan birokrasi serta diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi yang brilliant tersebut, harus mampu dibaca dan dikaji juga oleh kalangan PTKI. Sehingga tidak terjadi missing link antara kalangan akademisi dengan praktek-praktek di lapangan. Oleh karena itu pembaharuan disain kurikulum menjadi jawaban. 


Dialektika antara teori dan praktek haji dan umroh di dunia kampus dan kenyataan di Arab Saudi serta masalah-masalah yang berkelindan, menjadi titik fokus, menjadi dokumen tertulis pengembangan kurikulum haji dan umroh. Karena kurikulum yang baik adalah yang bisa menjawab masalah-masalah masyarakat.


George A. Beaucham (1976), mendefinisikan kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 


Sementara Crow And Crow (1990) mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah.


Di sela-sela menjalankan tugas sebagai Pemantau Haji Itjen Kemenag, penulis berdiskusi dengan Tim Monitoring dan Evaluasi Haji yang notabenenya adalah para dosen bahkan Rektor PTKIN, untuk menjadikan tugas ini, juga mengambil pelajaran untuk perbaikan prodi/jurusan haji dan umroh.


Secara kelembagaan apakah soal haji dan umroh hanya akan kita jadikan satu prodi, atau bisa dikembangkan menjadi beberapa prodi. Prodi Penyelenggaraan Haji, Prodi Penyelenggaraan Umroh, Prodi Pengelolaan Keuangan Haji, Prodi Bimbingan Jamaah dan lain sebagainya.


Secara kelembagaan juga perlu dipikirkan apakah menjadi nomenklatur Prodi Akademik atau menjadi prodi vikasi keagamaan? Tentu harus duduk bersama antara Direktorat Diktis Ditjen Pendidikan Islam dengan PTKI, sekaligus Ditjen PHU.


Dalam perspektif isi atau konten kurikulum haji dan umroh bisa melakukan adaptasi dan inovasi haji dan umroh yang saat ini dikembangkan. Maka riset-riset tentang keilmuan haji dan umroh perlu dikembangkan.


Pada saat yang sama, Kementerian Agama melalui Ditjen PHU dan Biro Kepegawaian bisa menjadikan lulusan prodi haji dan umroh untuk memperkuat penyelenggaraan haji dan umroh pada Kemenag. Sehingga basis penyelenggaraan akan lebih baik karena ditangani oleh orang-orang yang telah terdidik dalam dunia akademik sekaligus bekal profesionalisme. Wallahu a’lam bi al-shawab.


Ruchman Basori, Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal Kemenag RI dan Doktor Manajemen Pendidikan