Warta

Abdullah Syarwani: Sangat Tepat Penolakan PBNU Terhadap Khilafah

Jumat, 24 Agustus 2007 | 01:16 WIB

Jakarta, NU Online
Sikap tegas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menolak penerapan sistem kekhalifahan di Indonesia dinilai sangat tepat oleh H Abdullah Syarwani SH, Dubes RI untuk Lebanon, baik secara kultur maupun geopolitik.

Dikatakan, isu kekhilafahan sendiri tidak cukup popular di negara-negara Timur Tengah Sendiri. Hamas di Palestina, maupun Hizbullah yang sangat kuat di Lebanon sama sekali tidak mengangkat isu khilafah, walaupun keislaman mereka terbilang militan.

<>

“Barangkali mereka menyadari ruwetnya penerapan sistem Islam di tingkat nasional apalagi menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat transnasional itu,” kata Syarwani kepada NU Online di Jakarta, Kamis (23/8).

Apalagi dalam negara Pancasila seperti Indonesia, sistem itu tidak relevan dan memang secara praktis sulit diwujudkan dan apaya ke sana akan banyak merusak sistem kehidupan yang ada. Sementara bagi warga Nahdliyyin (NU), ketika aspirasi negara Islam sebagaimana yang tercermin dalam Piagam Jakarta telah ditempatklan sebagai jiwa dari konstutusi maka itu dianggap sudah cukup.

“NU memerlukan substansi agama, bukan formalitasnya. Ini sebuah sikap kenegaraan dan kebangsaan yang benar,” kata kader NU yang pernah menjadi pengurus Gerakan Pemuda Ansor tahun 1970-an itu.

Abdullah Syarwani yang juga dikenal sebagai sesepuhnya LSM itu mengingatkan, walaupun saat ini umat Islam Indonesia telah hidup dalam arus global sehingga membawa kita pada globally thought (berpikir secara global), namun tetap harus berpijak pada bumi sendiri agar tetap relevan. Karena itu, lanjutnya, NU harus bertindak secara lokal-nasional (local action), mengingat banyak persoalan lokal yang perlu diperhatikan bahkan perlu diperjuangkan agar tidak lenyak dalam arus globalisasi, baik politik, ekonomi maupun budaya.

“Sistem khilafah yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir itu adalah salah satu bentuk globaliasasi politik, yang ini tidak sesuai dengan nation state yang telah kita perjuangkan dan kita bangun. Dengan nation state itu kita perjuangkan toleransi dan keanekaragaman budaya, yang selalu akan diseragamkan oleh ideologi global transnasional, baik yang dating dari kalangan Islam maupun lainnya,” katanya.

Dikatakan, NU sangat menghormati tradisi dan budaya lokal termasuk tradisi politiknya. Karena tradisi itu yang sangat dekat dan relevan bagi kehidupan masyarakat. Sementara itu Pancasila merupakan yang dipegang NU merupakan puncak kompromi dari seluruh proses itu di masa lalu dan sekarang masih relevan untuk digunakan.

“Karena itu sangat tepat kalau NU menawarkan Islam dengan asaas Pancasila dan ahlussunnah wal jamaah itu pada dunia luar, sehingga melahirkan Islam yang toleran dan moderat, tetapi bersikap tegas terhadap gerakan yang bertentangan dengan prinsip NU,” katanya.

Bila bersikap demikian, maka secara organisasi NU benar-benar telah matang. Karena itu, menurut Abdullah Syarwani, KH Hasyim Muzadi dan PBNU harus konsisten dengan Sikapnya yang tegas itu.(dam)