Warta

NU Siap Hadapi Khilafah Islamiyah

Senin, 20 Agustus 2007 | 07:28 WIB

Surabaya, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan, siap menghadapi kelompok-kelompok pendukung gagasan pendirian Khilafah Islamiyah (Pemerintahan Islam). Hal itu harus dilakukan demi tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila.

Pernyataan tegas itu disampaikan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur Ali Maschan Moesa kepada wartawan usai membuka peresmian Student Crisis Center (SCC) Ikatan Pelajar NU, Ahad (19/8) kemarin, di Gelora Pantjasila, Jalan Indragiri, Surabaya, Jatim.<>

Menurutnya, gerakan pendirian Khilafah Islamiyah merupakan gerakan yang ingin membuat negara tandingan atas negara Indonesia. Karena, arti dari khilafah sendiri adalah negara Islam. Sementara itu, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang beragam.

"Menurut NU, bentuk negara seperti saat ini (NKRI, Red) adalah bentuk final," tuturnya bersemangat.

Lantas ia mencontohkan ketika Piagam Jakarta dibentuk pada 22 Juni 1945 silam. Dalam pertemuan, piagam yang menjadi jiwa dari Pancasila, Wahid Hasyim unsur dari NU menyatakan bahwa pasal mengenai syariat Islam harus dihapus karena tidak sesuai dengan keberagaman bangsa ini.

Ternyata, keinginan Wahid Hasyim untuk membatalkan poin tersebut seirama dengan perwakilan dari Indonesia Timur yang juga keberatan dengan pasal tersebut. Akhirnya pada pasal itu dihapuskan.

"Sebenarnya, intinya sama saja, mereka ingin membentuk negara Islam. Sementara, kami tidak bisa menerima pandangan seperti itu," tegas Ali lagi.

Ali menjelaskan, permasalahan yang dihadapi negara Indonesia bukan terletak pada bentuk Negara, melainkan pada internal negara. Sehingga, yang harus dibenahi adalah internal negara bukan dengan cara mengganti bentuk negara.

Hizbut Tahrir Indonesia, salah satu kelompok pengusung gagasan pendirian Khilafah Islamiyah, menggelar Konferensi Khilafah Internasional di Gelora Bung Karno, 12 Agustus 2007 lalu. Konferensi bertajuk "Saatnya Khilafah Memimpin" yang berniat mengundang sejumlah tokoh, tak terlalu sukses. Dari begitu banyak tokoh nasional yang diundang, hanya hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Abdullah Gymnastiar dan Fuad Bawazier. Nama lain seperti Amien Rais, KH Zainuddin MZ dan Adhyaksa Dault tidak datang tanpa alasan yang jelas. (dtc/rif)