Opini Harlah Ke-56 PMII

Pertalian Keislaman dan Kebangsaan

Ahad, 17 April 2016 | 09:00 WIB

Oleh M. Fadlan L Nasurung

Tanggal 17 April 2016, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) genap berusia 56 tahun (1960-2016). Di usia setengah abad lebih itu, sebuah kemestian kiranya untuk kembali mengevaluasi dan melakukan refleksi-kritis atas proses perjalanan PMII. Evaluasi dan refleksi-kritis, adalah cara paling tepat untuk memperingati sebuah hari kelahiran, di samping menjadi momentum menghikmati awal sebuah eksistensi.

Sejarah manusia adalah sejarah kebenaran vis a vis kebatilan, kebaikan versus kejahatan, kaum yang ditindas memberontak pada kaum yang menindas dan mereka yang anti penindasan melawan para penindas. Sejak peristiwa penolakan Iblis untuk bersujud kepada Adam, hingga pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap Habil, sejarah pertarungan dua sisi kehidupan tersebut dimulai. Imam Ali bin Abi Thalib ra telah memperingatkan bahwa kebaikan yang diperjuangkan secara individu akan dikalahkan oleh kejahatan yang dilakukan secara kolektif. Memperjuangkan kebaikan tidak cukup hanya dengan niat yang tulus, keyakinan yang kuat, dan komitmen yang teguh, lebih jauh sebuah agenda perjuangan membutuhkan kolektifitas yang terorganisir, atas dasar keinsyafan itulah PMII didirikan.

Reformulasi Paradigma

Di tengah dinamika sejarah dan pasang surut organisasi sejak didirikan hingga kini, PMII tetap setia sebagai organisasi mahasiswa pelestari dan pelanjut ajaran Ahlu Sunnah wal Jama’ah (Aswaja), ajaran Islam yang senantiasa melestarikan nilai (tradisi) warisan para ulama, menghargai pluralitas sebagai sebuah kodrat kehidupan, menghormati nilai-nilai budaya dan tradisi lokal yang luhur dan memperjuangkan sebuah tatanan sosial-ekonomi-politik yang berkeadilan. Setelah 56 tahun mengalami pergulatan, proses kaderisasi yang merupakan urat nadi organisasi tak boleh mengenal cuti.

Penghayatan terhadap zikir, pikir dan amal shaleh yang menjadi tri-motto PMII harus senantiasa digalakkan, mengingat seringkali roda organisasi dan agenda perjuangan gerakan mengalami kemandegan, stagnasi, bahkan disorientasi, karena ketidakpahaman terhadap landasan ideologis-filosofis-historis dan semakin jauhnya agenda perjuangan dari nilai-nilai dasar yang menjadi platform organisasi.

Dengan persebaran cabang merata di seluruh wilayah Indonesia, PMII telah banyak berkontribusi aktif dalam agenda-agenda gerakan di berbagai lini, bahkan telah banyak merasakan asam-pahit perjuangan dari era Orde Lama, Orde Baru hingga periode Reformasi. Sejak reformasi bergulir, kita seolah kehilangan arah paradigma gerakan, itu terjadi di semua organisasi. Gerakan mahasiswa seakan tidak lagi memiliki taji dan orientasi yang jelas, bahkan tidak sedikit kasus jual beli gerakan terjadi.

Melakukan reformulasi paradigma gerakan adalah sebuah kefarduan, paradigma berbasis kajian multidisipliner dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyatan zaman, mengingat khazanah keilmuan yang menjadi wahana pengkajian di PMII sangatlah luas dan beragam, dari ilmu-ilmu keislaman berbasis tradisi pesantren, ide-ide dari aliran modernisme hingga postmodernisme, gagasan-gagasan kritis-progresif, serta karya/pemikiran sejumlah pemikir, intelektual dan cendekiawan dari berbagai mazhab, sejak era Thales hingga Gus Dur. Hal itu diharapkan dapat terkonsolidasi di semua level struktur dan segenap gerakan kultur, agar paradigma sebagai alas pijak membaca zaman, dapat bertransformasi menjadi praksis gerakan yang konstruktif, di tengah berbagai problematika multidimensi yang terjadi.

Tantangan Gerakan

Menjadi bagian dari PMII adalah menjadi generasi pemegang estafet perjuangan ajaran Islam Aswaja dan cita-cita kemerdekaan Indonesia, karena penting dipahami bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang memiliki komitmen keislaman dan keindonesiaan sekaligus. Bagi PMII, cinta terhadap agama (Islam) harus senantiasa setali dengan cinta terhadap tanah air dan bangsa. Perjuangan PMII adalah perjuangan untuk agama, bangsa dan kemanusiaan universal, sebagai sebuah manifestasi dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.

Dalam sejarahnya, kaum muda (mahasiswa) memiliki peran strategis dalam gerak perubahan sejarah sejak Indonesia meproklamirkan diri menjadi negara merdeka, dan PMII menjadi satu bagian yang paling menentukan dalam membaca gerak zaman, merumuskan konsepsi, melakukan kritik intelektual dan menggerakkan aksi massa untuk menggugat rezim yang tak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat. Perjuangan hari ini secara strategis-metodologis tak harus sama dengan perjuangan di masa lalu, tetapi spirit dan nilai serta tujuan yang dianut harus tetap sama, yakni demi kemaslahatan dan kepentingan rakyat (al-maslahatul 'ammah).

Tantangan kedepan akan datang silih berganti untuk menguji kekuatan dan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, baik secara agama, sosial-budaya, ekonomi dan politik. Neo-liberalisme-kapitalisme ekonomi dan radikalisme-fundamentalisme agama masih menjadi musuh yang nyata, di samping tantangan pasca bergulirnya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi ancaman. Oleh karenanya orientasi kaderisasi PMII kedepan harus fokus diarahkan pada pembentukan insan-insan yang memiliki spiritualitas (mental) yang kuat, kapasitas intelektual yang mumpuni dan profesionalitas (keahlian dan kompetensi) yang baik dalam berbagai bidang. Semua idealitas di atas akan terwujud jika PMII konsisten menjadi organisasi kader yang giat melakukan kaderisasi, bukan justru menjadi organisasi massa yang hanya sibuk merekrut anggota untuk kepentingan politik semata.

Sekiranya itulah yang menjadi ikhtiar melawan fenomena senjakala gerakan mahasiswa, karena PMII adalah salah satu wadah konservatorium eksponen gerakan kaum muda, demi perjuangan untuk tatanan zaman yang lebih baik, menuju capaian insan ulul albab, sesuai dengan cita-cita berdirinya PMII. 

Penulis adalah kader PMII Gowa