Opini MUNAS KONBES NU 2019

Para Pendekar di Balik Menu Masakan Munas NU

Rab, 27 Februari 2019 | 10:25 WIB

Oleh Ahmad Rozali

Dini hari jam 03.00 WIB, kawasan Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat yang ditempati Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 telah sepi.

Sejumlah kawasan utama Munas yang tadinya ramai mulai ditinggalkan pengunjung yang kembali ke kamar masing-masing. Di kamar-kamar yang disediakan, para peserta dan penggembira yang tidak bisa dibedakan telah terlelap mengistirahatkan badan untuk menyambut hari esok.

Saat itu, saat semua orang telah terlelap, dapur umum justru baru saja memulai hari barunya. Tampak ratusan personel TNI tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sebagian dari mereka ada yang menyiapkan bumbu, ada yang menyiapkan beras, masak lauk atau mengangkat barang yang sudah masak dan hendak dimasak.

Ratusan personel itu bekerja di bawah komando Mayor Deni, kepala relawan Dapur Umum Munas dan Konbes. Mayor Deni mengatakan, dalam sehari ia memasak tiga kali untuk rata-rata dua ribu orang. “Kita masak nasi tiga kali sehari. Setiap kali masak, sekitar 3 kwintal beras,” kata Mayor Deni pada NU Online, Selasa (26/2). Untuk memasak sebegitu banyak ia dibantu 100 personil yang telah didatangkan baik dari Bandung atau dari Tasikmalaya.

Ia menceritakan, jadwal memasak sendiri dibagi menjadi tiga, yakni: menu untuk sarapan dimasak mulai jam 21.00 WIB. Menu makan siang, mulai dimasak sejak jam 05.00 pagi. Sementara untuk makan malam dimasak sejak siang hari. “Jam 3 sore sudah selesai semua, kita sudah istirahat. Paling nanti kita kumpul malam untuk evaluasi. Dini hari nanti kita mulai lagi,” kata Mayor Deni menjelaskan penjadwalan memasak.

Untuk mengukur efektivitas dan menyatukan keinginan dengan panitia lain, setiap malam dilangsungkan evaluasi konsumsi antara panitia dan tim relawan TNI. Selain bertujuan untuk mengevaluasi kinerja penyediaan konsumsi dalam sehari, evaluasi juga dilangsungkan untuk menentukan menu dan jumlah masakan yang perlu disiapkan esok hari.

“Untuk jumlah masakan yang perlu disiapkan, kami menunggu informasi dari panitia. Biasanya disampaikan dalam rapat evaluasi. Mereka bilang besok pagi segini, siang segini dan malam segini. Kami tinggal masak sesuai jumlah itu,” terangnya.

“Menu masakan pun ditentukan pada malam itu juga dalam rapat oleh panitia. Mereka akan ngasih bahan masakan untuk besok. Ini telornya, ini ayamnya, ini bahannya gitu tolong dimasakkan,” katanya.


Ia melanjutkan, setelah proses memasak rampung, makanan akan diambil dan didistribusikan oleh panitia. Ada beberapa lokasi tempat pendistribusian antara lain dapur umum untuk semua peserta dan pengunjung Munas dan Konbes.

Tenyata TNI pandai masak

Saya jadi penasaran apakah para peserta menyadari bahwa orang yang berada di balik makanannya. Secara acak saya menanyakan pada sejumlah teman di lokasi Munas tentang pendapatnya mengenai masakan dan saya minta menebak siapa yang memasak.

Ternyata tak banyak yang sadar bahwa orang yang memasakkan nasi dan lauk untuknya adalah sekelompok pria perkasa yang memiliki keterampilan memasak yang sama baiknya dengan kemampuan menggunakan senjata dalam pertempuran. Sebagian mereka justru menebak bahwa yang memasak adalah sekelompok ibu-ibu.

“Oiya? Saya tidak menduga kalau itu masakan laki-laki,” kata Nanik saat kusampaikan informasi perihal tersebut. “Oh makanya potongan lauk ayamnya, besar-besar. Kalau ibu-ibu biasanya kan kecil-kecil, berhemat,” katanya sambil tertawa.

Faktanya, TNI yang membantu menangani masalah konsumsi sudah mahir dalam urusan tersebut. Mayor Deni sendiri yang bertugas sebagai koki kepala mengaku telah bekerja untuk sektor penyediaan makanan sejak dua tahun terakhir. Sepanjang itu, ia menjadi spesialis dapur umum saat diterjunkan ke berbagai medan termasuk saat bencana.

Ia mengaku telah terbiasa menghitung dan memperkirakan berapa banyak bahan, sayur, lauk dan beras yang dibutuhkan untuk disajikan pada orang dalam jumlah tertentu. Sejak berada di pos itu, ia lebih banyak bekerja sebelum orang lain beraktivitas. Sehingga saat orang lain baru mulai tertidur ia telah bangun untuk menyiapkan segala makanan bagi semua orang untuk disantap saat pagi datang. (Ahmad Rozali)