Opini

Mereka Membeberkan Rahasia Sastrawan Ahmad Tohari

Sab, 30 Juni 2018 | 18:00 WIB

Mereka Membeberkan Rahasia Sastrawan Ahmad Tohari

Sastrawan Ahmad Tohari merayakan ulang tahun ke-70.

Bisa jadi banyak sudah yang mengenal karya-karya sastrawan Ahmad Tohari, baik cerita pendek maupun novelnya. Namun, seperti apakah kepribadian dan keseharian sastrawan kelahiran Banyumas ini?

Lima puluh dua orang menuliskan pemikiran dan pengalaman mereka. Semuanya dibukukan dalam 70 Tahun Ahmad Tohari: Sastra Itu Sederhana.

Bukan hanya sisi-sisi baik sang sastrawan, yang diceritakan. Namun juga sebaliknya. 

Dimas Jayasrana misalnya mengawali tulisannya berikut: "Lik To, begitu ia biasa dipanggil. Bagi banyak keponakannya, ia adalah sosok yang angkuh dan suka omong besar. Tiap kali ia menyombongkan sesuatu kalimatnya diakhiri diakhiri dengan tawa yang khas, sembari menyorong pecinya ke dahi. Ia dikenal pelit dan keras kepala. Mungkin saya keponakan satu-satunya yang membuka diri untuk berdialog dengan tanpa pamrih."

Dimas, anak dari salah satu kakak sang sastrawan, tanpa tedeng aling-aling membeberkan sisi-sisi yang selama ini orang tidak pernah ketahui dan mungkin tak pernah diduga. Seakan-akan Dimas ingin menelanjangi sang paman, yang padahal adalah tokoh sastra terkemuka.

Lihat bagian lain tulisan Dimas berikut: "Saya memanggil dia Si Tua Bangka yang Membosankan. ledekan saya atas cara pandangnya atas banyak hal yang menurut saya memang membosankan. Saya tidak pernah punya keraguan untuk menyatakan ketidaksetujuan saya atas pemikirannya…."

Bila Dimas, sebagai generasi kini yang membeberkan rahasia Ahmad Tohari, dari generasi seumuran, ada M Abas Munim. Aktivis senior NU dan teman sekolah Ahmad Tohari di SMAN 2 Purwokerto ini mengawali tulisannya dengan awal pertemuan dengan Tohari saat sama-sama masuk SMA.

"Dia kelihatan biasa, malah badannya kecil dibanding teman-teman sekelas, kata Abas. Dalam bidang pelajaran Tohari tidak ada apa-apanya. Dia agaknya sulit mengikuti pelajaran Ilmu Pasti,. Aljabar nilainya merah. Celakanya, bila sedang menerima pelajaran Ilmu Pasti, Tohari malah bikin coret-coerat di dalam kacci, bikin gambar ata menulis entah apa."

Pengakuan Abas tentang Tohari belum berhenti. Pada bagian berikutnya ditulis, "Dalam pelajaran Kimia, Tohari juga ketinggalan. Maka saya heran mengapa di kelas dua dia memilih jurusan Pasti –Alam (PAL). Dalam pandangan saya Tohari lebih pas masuk jurusan Budaya (BUD)."

Dia salah jalan, tulis Abas dalam testimoni yang dijuduli Anak Salah Jalan.

Selain Dimas dan Abas, ada 50 orang lainnya yang turut membeberkan rahasia-rahasia Ahmad Tohari. Mereka adalah sahabat, kolega, murid, jurnalis, akademisi, sastrawan, budayawan, dan orang-orang terdekatnya.

Buku kesaksian lintas generasi dan lintas profesi ini, diluncurkan pada peringatan 70 Tahun Ulang Tahun Ahmad Tohari, Sabtu (30/6) di Karang Penginyongan, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah. Ulang tahun yang menurut pengakuan Tohari pertama kalinya dirayakan. 

“Ulang tahun itu biasanya kalau istri saya masak nasi kuning, kami makan bersama di satu meja, dan saya melakukan tafakur. Sudah seperti apa perjalanan selama ini. Jadi ini ulang tahun pertama dalam usia 70 tahun,” kata Tohari dan tentu saja hadirin pun tertawa.

Bukan cuma pertama kali ulang tahun di usia 70 tahun, hari itu, pertama kali pula Ahmad Tohari naik kuda. Arak-arakan Tohari naik kuda memang menjadi sesi sebelum peluncuran dan diskusi buku. Kala itu, Tohari diajak pengelola Karang Penginyongan meresmikan bumi perkemahan yang juga berada di satu lokasi. 

Selain meluncurkan buku 70 tahunnya, Ahmad Tohari juga mengikuti peletakan batu pertama pembangunan Taman Sastra Ahmad Tohari. Lokasinya masih di kawasan Karang Penginyongan. Taman ini nantinya diharapkan menjadi ruang inspirasi bagi sastrawan muda untuk mempelajari karya-karya Ahmad Tohari. Bagi peneliti dan akademisi, taman sastra menjadi pusat kajian semua hasil penelitian tentang karya Ahmad Tohari.

Selamat ulang tahun, Ahmad Tohari. Tetaplah sehat dan terus berkarya, walaupun mereka sudah membeberkan rahasia-rahasia tentangmu. (Kendi Setiawan, pengagum karya-karya Ahmad Tohari)