Opini HARLAH KE-69 MUSLIMAT NU

Ikhtiar Muslimat NU untuk Perempuan dari Masa ke Masa

Sen, 30 Maret 2015 | 07:06 WIB

Oleh Hj. Ida Masruroh Hakim* Tanggal 29 Maret 2015 usia Muslimat NU genap berusia 69 tahun. Bagi sebuah organisasi,  tumbuh dan berkembang  melampaui lebih  dari setengah abad, adalah fakta yang sulit dibantah bahwa organisasi ini semakin meneguhkan eksistensi kematangan dan kemapanannya. 
<>
Tidaklah mudah bagi sebuah organisasi dapat bertahan melampaui jauh dari usia keemasan (50 tahun) bahkan terus berkembang semakin kuat dan mengakar sampai ke pelosok desa di seluruh Nusantara. 

Maka tidak mengherankan jika dalam perkembangannya Muslimat NU yang notabene sebagai Badan Otonom NU tumbuh menjadi Organisasi Sosial Kemasyarakatan Keagamaan berbasis perempuan terbesar di negeri ini bahkan di dunia karena anggotanya sampai tahun 2015 ini mencapai 22 juta orang tersebar di 33 Wilayah (Provinsi), 554 Cabang (Kab/Kota), 5.222 Anak Cabang (Kecamatan), 36.000 Ranting (Desa/Kelurahan).

Muslimat NU lahir 69 tahun yang lalu tepatnya 29 maret 1946 di Purwokerto dalam Kongres NU XVI (sekarang muktamar) dengan nama Nahdlatul Oelama Muslimat (NOM). Kelahirannya dilatarbelakangi keprihatian kuat atas keterbelakangan, kebodohan dan rendahnya derajat kesehatan ang dialami oleh kaum perempuan sebagai akibat kuatnya budaya patriarkhi saat itu. 

Sebagai salah satu Badan Otonom Nahdlatul Ulama dengan mandat garapan pada segmen perempuan dewasa, sejak awal kelahirannya Muslimat NU konsern pada bidang dakwah islamiyah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Mengangkat perempuan dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan menjadi cita-cita awal Muslimat NU. 

Catatan singkat berikut ini dapat membantu menengok bagaimana Muslimat NU melakukan ikhtiar dan upaya mengentaskan perempuan dari lembah keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan:

Tahun 1952 Melaksanakan Pelatihan kepemimpinan Perempuan untuk membekali perempuan dapat berkiprah menjadi guru, memimpin organisasi dan meningkatkan kualitas diri.

Tahun 1950 Mencanangkan Program Pemberantasan Buta Aksara untuk mengentaskan perempuan dari kebodohan dan ketertinggalan.

Tahun 1954 merekomendasikan kepada pemerintah melakukan pelarangan perkawinan di bawah umur/pernikahan usia dini.

Tahun 1968 menyepakati dan menyetujui Program keluarga Berencana yang dilakukan BKKBN, untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Tahun 1970 Mendorong duindangkannya UU no 1 tahu 1954 tentang Perkawinan.

Program–program ini sepertinya biasa dan hampir semua organisasi perempuan juga melaksanakannya, karena program tersebut menjadi isu nasional dan bahkan isu dunia, akan tetapi jikalau ditilik dari masa pencanangan program yang dilakukan Muslimat NU, maka akan terlihat bahwa Muslimat NU selalu mencanangkan program dan merelisasikannya puluhan tahun sebelum isu tersebut booming. Hal ini menegaskan bahwa Muslimat NU selalu menjaga orisinalitas gagasan agar tidak terjebak pada euforia belaka.

Adalah program Keluaga Berencana (KB) oleh BKKBN, program ini pada awal dicanangkan oleh Pemerintah mendapat penolakan dari kalangan ulama karena dianggap menolak takdir dan membatasi kelahiran. Namun Muslimat NU menyetujui program KB sebagai upaya Pemerintah untuk mengatur dan merencanakan kelahiran sejak tahun 1980. Berkat peran Ormas Keagamaan termasuk Muslimat NU, KB akhirnya dapat diterima masyarakat dan  menjadi program pemerintah yang populis.

Pada awal bedirinya Muslimat NU  hanya dipandang sebagai kumpulan pengajian Ibu-ibu untuk  Tahlilan dan Berzanjenan, pandangan tersebut berlanjut sampai masa orde baru yang memandang Muslimat NU dengan sebelah mata. Seiring dengan datangnya masa reformasi dibawah kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan RI era Gus Dur Muslimt NU mengalami kemajuan pesat. 

Berkat kepiawaian Khofifah meyakinkan pihak eksternal bahwa Muslimat NU memiliki social capital yang riil sampai pada tingkat akar rumput maka banyak Kementrian dan lembaga menjalink Kemitraan dengan Muslimat NU. Program- program ini hasilnya dirasakan betul sampai pada struktur paling bawah yaitu Ranting/Desa.   

Keberhasilan Khofifah dalam memimpin Muslimat NU dengan berbagai dinamikanya membentuk Khofifah menjadi sosok perempuan yang progresif, tangguh dengan skill kepemimpinan yang teruji. Tidak heran jika predikat sebagai Srikandi Demokrasi Indonesia disandangkan kepadanya. Dan karena alasan inilah Presiden Joko Widodo mendaulatnya menjadi Menteri Sosial RI pada masa Pemerintahannya. 

Pengangkatan Khofifah yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Muslimat NU ini tentu saja menjadi kesyukuran tersendiri bagi Muslimat NU karena pasti akan membawa efek domino bagi  Muslimat NU dengan bergaining position yang semakin meningkat merajai jagad keormasan  berbasis perempuan keagamaan di Indonesia.

Namun di sisi lain sesungguhnya ada tantangan serius yang pada momentum peringatan Harlah Muslimat NU ke 69 ini patut menjadi bahan Refleksi bersama. Meningkatkan kualitas sumber daya pengurus serta penguatan kelembagaan Muslimat NU di semua tingkatan merupakan langkah prioritas yang harus segera dilaksanakan, agar Muslimat NU di semua tingkatan, layak menjadi semacam implementator agen dari program–program pembangunan melalui berbagai layanan keumatan yang dimilki oleh Muslimat NU. Ini sekaligus juga meneguhkan komitmen Muslimat NU untuk selalu menjadi bagian dari ikhtiar penyelesai masalah bangsa...

“Selamat harlah Muslimat NU ke-69. Dirgahayu Muslimat NU“


Hj. Ida Masruroh Hakim, Pengurus PW Muslimat NU Jawa Tengah