Syariah

Puasa Arafah Tidak Harus Bareng dengan Wukuf Jamaah Haji, Ini Penjelasannya

Jum, 14 Juni 2024 | 06:00 WIB

Puasa Arafah Tidak Harus Bareng dengan Wukuf Jamaah Haji, Ini Penjelasannya

Puasa Arafah. (Foto ilustrasi: NU Online)

Diantara amal ibadah yang rugi jika dilewatkan pada bulan Dzulhijjah adalah puasa sunnah Arafah, yaitu puasa sunnah tanggal 9 Dzulhijjah. Terdapat keistimewaan luar biasa yang Allah swt berikan kepada hambanya yang berpuasa di hari Arafah. Dalam sebuah hadits disebutkan:


صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ


Artinya: “Puasa pada hari Arafah bisa menghapus (dosa) setahun yaitu setahun sebelumnya dan sesudahnya,” (HR. Muslim)


Kesunnahan puasa Arafah diperuntukkan untuk umat Islam yang tidak menunaikan ibadah haji. Sementara bagi jamaah haji sendiri tidak disunnahkan berpuasa hari Arafah. Selain karena berlandaskan hadits, jamaah haji tidak disunnahkan berpuasa agar kuat ketika berdoa di Arafah (Lihat Hasyiah at-Tarmasi, [Jiddah: Darul Minhaj, 2021], juz 5, halaman 783) 


Namun sering menjadi pertanyaan di tengah masyarakat apakah puasa Arafah tanggal 9 Dzulhijjah harus bersamaan dengan peristiwa wukuf di Arafah?. Hal ini mengingat penetapan awal bulan Dzulhijjah di Indonesia sering kali berbeda dengan Arab Saudi. Indonesia sudah memasuki bulan Dzulhijjah sementara Arab Saudi belum masuk, hingga pada tanggal 9 Dzulhijjah terjadi perbedaan antara Indonesia dan Arab Saudi.


Perlu diketahui, bahwa puasa sunnah Arafah dilaksanakan pada yaumul arafah (Hari Arafah), yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Penentuan tanggal 9 Dzulhijjah ini berdasarkan penetapan awal bulan negara setempat melalui rukyatul hilal. Keterangan ini bisa dilihat pada kitab Hasyiatul Jamal karya Syekh Sulaiman al-Jamal berikut:


ويوم عرفة الذي يظهر لهم أنه يوم عرفة سواء التاسع والعاشر لخبر الفطر يوم يفطر الناس والأضحى يوم يضحي الناس رواه الترمذي وصححه وفي رواية للشافعي وعرفة يوم يعرف الناس ومن رأى الهلال وحده أو مع غيره وشهد به فردت شهادته يقف قبلهم لا معهم ويجزيه إذ العبرة في دخول وقت عرفة وخروجه باعتقاده


Artinya: “Hari Arafah adalah hari yang menurut orang-orang tampak sebagai hari Arafah, meski tanggal 9 dan 10 Dzulhijjah, mengingat hadits, ‘Berbuka (tidak lagi berpuasa) yaitu hari di mana orang-orang tidak berpuasa dan Idul Adha adalah hari-hari dimana orang menyembelih kurban,’ (HR. Tirmidzi). Dalam riwayat Imam Syafi’i ada hadits, ‘Hari Arafah adalah yang telah diketahui orang-orang’.


Barang siapa melihat hilal sendirian atau bersama orang lain dan ia bersaksi dengannya, lalu kesaksiannya ditolak, maka ia harus wukuf sebelumnya tidak bersama mereka dan wukufnya mencukupi (sebagai rukun haji). Sebab yang menjadi pedoman perihal masuk dan keluarnya hari Arafah adalah keyakinannya sendiri,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiatul Jamal ‘Ala Syarhil Manhaj, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1996], juz 4, halaman 144)


Dari keterangan di atas dapat dipahami, bahwa waktu puasa Arafah tidaklah mesti berbarengan dengan terjadinya wukuf di Arafah, melainkan sesuai penentuan awal bulan masing-masing negara. Sebab, penentuan awal bulan negara Arab belum tentu sama dengan negara lain.


Disamping itu, dalam Madzhab Syafi’i perbedaan wilayah rukyatul hilal (seperti Indonesia dan Arab Saudi) mengakibatkan perbedaan pula dalam waktu pelaksanaan ibadah puasa. Syekh Abdurrahman al-Jaziri menjelaskan: 


إذا ثبتت رؤية الهلال في جهة وجب على أهل الجهة القريبة منها من كل ناحية أن يصوموا بناء على هذا للثبوت والقرب يحصل باتحاد المطلع بأن يكون بينهما أقل من أربعة وعشرين فرسخا تحديدا أما أهل الجهة البعيدة فلا يجب عليهم الصوم بهذه الرؤية لاختلاف المطلع


Artinya: “Ketika hilal ditetapkan terlihat di satu daerah maka wajib bagi penduduk daerah terdekat dari setiap penjuru untuk berpuasa berdasarkan atas penetapan ini. Daerah terdekat dapat dilihat dari kesamaan wilayah rukyatul hilal, seperti antara kedua daerah tersebut berjarak 24 farsakh. Sementara daerah yang jauh maka tidak wajib berpuasa bagi penduduknya dengan adanya rukyah ini karena perbedaan wilayah rukyatul hilal,” (Lihat al-Fiqhu Ala Madzahibil al-Arba’ah, [Beirut: Darul Fikr, 2011], juz 1, halam 871)


Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, puasa sunnah Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat melalui rukyatul hilal. Puasa Arafah tidak harus berbarengan dengan peristiwa wukuf di Arafah jika memang ada perbedaan dalam penentuan awal bulan Dzulhijjah. Wallahu A’lam


Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan