![Hukum Asal Childfree dalam Kajian Fiqih Islam](https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/mid/1629510256.jpg)
Berkaitan hal ini Imam al-Ghazali menjelaskan hukum āazl adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan keutamaan. (Ilustrasi: thepersonnette.wordpress.com)
Ahmad Muntaha AM
Kolomnis
Tren childfree atau kesepakatan pasangan suami istri untuk tidak punya anak setelah menikah terus diperbincangkan. Ada yang setuju dan ada yang tidak. Yang setuju bilang karena itu hak setiap pasangan dengan beragam argumentasi yang diajukan; demikian pula yang tidak setuju mempunyai alasan tersendiri. Lalu bagaimana hukum asal childfree itu sendiri?
Hemat penulis, dalam kajian fiqih childfree secara riil dapat digambarkan dengan kesepakatan menolak kelahiran atau wujudnya anak, baik sebelum anak potensial wujud ataupun setelahnya. Sebab itu, pertanyaan hukum asal childfree dapat dijawab dengan menelusuri hukum menolak wujudnya anak sebelum berpotensi wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita. Apakah haram atau makruh, atau boleh? Sebab dari sinilah hukum asal itu ditemukan.Ā
Dalam kajian fiqih ada beberapa padanan kasus, yaitu menolak wujudnya anak sebelum sperma berada di rahim wanita, baik dengan cara (1) tidak menikah sama sekali; (2) dengan cara menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan; (3) dengan cara tidak inzĆ¢l atau tidak menumpahkan sperma di dalam rahim setelah memasukkan penis ke vagina; atau (4) dengan cara āazl atau menumpahkan sperma di luar vagina. Semuanya secara substansial sama dengan pilihan childfree dari sisi sama-sama menolak wujudnya anak sebelum berpotensi wujud.Ā
Berkaitan hal ini Imam al-Ghazali menjelaskan hukum āazl adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan keutamaan. Imam Al-Ghazali menjelaskan:
ŁŁŲ„ŁŁŁŁŁ
ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ§ ŁŁŲ±ŁŲ§ŁŁŲ©Ł ŲØŁŁ
ŁŲ¹ŁŁŁŁ Ų§ŁŲŖŁŁŲŁŲ±ŁŁŁ
Ł ŁŁŲ§ŁŲŖŁŁŁŁŲ²ŁŁŁŁŲ ŁŁŲ£ŁŁŁŁ Ų„ŁŲ«ŁŲØŁŲ§ŲŖŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ų„ŁŁŁŁŁ
ŁŲ§ ŁŁŁ
ŁŁŁŁŁ ŲØŁŁŁŲµŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł Ų¹ŁŁŁŁ Ł
ŁŁŁŲµŁŁŲµŁŲ ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲµŁŁ ŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲµŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ. ŲØŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ§ Ų£ŁŲµŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§Ų³Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁŲ ŁŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŁ Ų£ŁŲµŁŁŁŲ§ Ų£ŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¬ŁŁ
ŁŲ§Ų¹Ł ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŁ Ų£ŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ„ŁŁŁŲ²ŁŲ§ŁŁ ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ų§ŁŁŲ„ŁŁŁŁŲ§Ų¬ŁŲ ŁŁŁŁŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ£ŁŁŁŲ¶ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ³Ł ŲØŁŲ§Ų±ŁŲŖŁŁŁŲ§ŲØŁ ŁŁŁŁŁŁ. ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ±ŁŁŁ Ų„ŁŲ°Ł Ų§ŁŁŁŁŁŁŲÆŁ ŁŁŲŖŁŁŁŁŁŁŁŁ ŲØŁŁŁŁŁŁŲ¹Ł Ų§ŁŁŁŁŲ·ŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲŁŁ
Ł
Artinnya, āSaya berpendapat bahwa āazl hukumnya tidak makruh dengan makna makruh tahrĆ®m atau makrĆ»h tanzĆ®h, sebab untuk menetapkan larangan terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyĆ¢s pada nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyĆ¢s yang dapat dijadikan dalil memakruhkan āazl. Justru yang ada adalah asal qiyĆ¢s yang membolehkannya, yaitu tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh setelah pernikahan, atau tidak inzĆ¢l atau menumpahkan sperma setelah memasukkan penis ke vagina. Sebab semuanya hanya merupakan tindakan meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya tidak ada bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan bertempatnya sperma di rahim perempuan. (Abu Hamid Al-Ghazali, IhyĆ¢ā āUlĆ»middĆ®n, [Beirut, DĆ¢rul Maārifah], juz II, halaman 51).
Nah, bila childfree yang dimaksud adalah menolak wujudnya anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh.Ā
Lalu bagaimana dengan hadits-hadits Nabi saw yang menganjurkan orang untuk menikah dan mempunyai anak? Bukankah Nabi saw berulang kali menganjurkannya, seperti dalam dua hadits berikut:
Ų„ŁŁŁŁ Ų§ŁŲ±ŁŁŲ¬ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ¬ŁŲ§Ł
ŁŲ¹Ł Ų£ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲŖŁŲØŁ ŁŁŁŁ ŲØŁŲ¬ŁŁ
ŁŲ§Ų¹ŁŁŁ Ų£ŁŲ¬ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŲÆŁ Ų°ŁŁŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŲŖŁŁŁ ŁŁŁ Ų³ŁŲØŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁ ŁŁŁŁŲŖŁŁŁ ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ¹Ų±Ų§ŁŁ: ŁŁ
Ų£Ų¬ŲÆ ŁŁ Ų£ŲµŁŲ§Ų ŁŁŁŁ ŁŲ§Ł Ų§ŁŲ²ŲØŁŲÆŁ: ŲØŁ ŁŁ Ų£ŲµŁ Ł
Ł ŲŲÆŁŲ« Ų£ŲØŁ Ų°Ų± Ų£Ų®Ų±Ų¬Ł Ų§ŲØŁ ŲŲØŲ§Ł ŁŁ ŲµŲŁŲŁ
Artinya, ā'Sungguh seorang lelaki niscaya menyetubuhi istrinya kemudian sebab persetubuhan itu pahala anak laki-laki yang berjihad fi sabilillah kemudian mati syahid.' (Al-āIraqi berkata: 'Aku tidak menemukan asalnya', namun Murtadla az-Zabidi berkata: 'Ada asalnya, yaitu dari hadits riwayat Abu Dzar ra yang ditakhrij oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya'). (Muhammad bin Muhammad al-Husaini az-Zabidi, IthĆ¢fus SĆ¢datil MuttaqĆ®n bi Syarhi IhyĆ¢-iā āUlĆ»middĆ®n, [Beirut, Muassasatut TĆ¢rĆ®hil āArabi, 1414 H/1994 M], juz V, halaman 379-380).
Ł
ŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŁ Ł
ŁŲ®ŁŲ§ŁŁŲ©Ł Ų§ŁŁŲ¹ŁŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ³Ł Ł
ŁŁŁŁŲ§ Ų«ŁŁŁŲ§Ų«ŁŲ§ Ų±ŁŲ§Ł Ų£ŲØŁ Ł
ŁŲµŁŲ± Ų§ŁŲÆŁŁŁ
Ł ŁŁ Ł
Ų³ŁŲÆ Ų§ŁŁŲ±ŲÆŁŲ³ Ł
Ł ŲŲÆŁŲ« Ų£ŲØŁ Ų³Ų¹ŁŲÆ ŲØŲ³ŁŲÆ Ų¶Ų¹ŁŁ
Artinya, āSiapa saja yang meninggalkan nikah karena khawatir kesulitan mengurus anak istri maka tidak termasuk dariku. Nabi saw mengatakannya tiga kali.ā (HR Abu Manshur ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus dari hadits Abu Saāid dengan sanad dhaāĆ®f). (Abul Fadhl al-āIraqi, al-Mughni āan Hamlil AsfĆ¢r, [Riyadl, Maktabah Thabariyyah: 1415 H/1995 M], tahqiq: Asyraf Abdil Maqshud, juz I, halaman 369 dan 403).
Berkaitan hadits pertama Imam Al-Ghazali menjawab, Nabi saw berkata demikian karena andaikan lelaki tersebut mendapatkan anak seperti itu, maka ia mendapatkan pahala tasabbub atau telah menjadi sebab wujudnya anak tersebut. Sementara yang menciptakan, menghidupkan, dan menguatkan anak itu dalam berjihad adalah Allah. Adapun lelaki itu telah melakukan sebab wujudnya anak tersebut dengan menyetubuhi istrinya, yaitu ketika ia membiarkan spermanya masuk ke dalam rahim istri. Menurut Al-Ghazali, hadits ini hanya bersifat anjuran, dan bila ada orang memilih tidak melakukannya atau memilih tidak punya anak maka boleh atau sekadar tarkul afdhal (meninggalkan keutamaan). (Al-Ghazali, II/51).
Demikian pula terkait hadits kedua, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa hukum āazl atau menumpahkan sperma di luar vagina hukumnya boleh seperti hukum memilih tidak menikah sama sekali. Adapun sabda Nabi saw: āMaka tidak termasuk darikuā, maksudnya adalah tidak sesuai dengan sunnah dan jejak langkahnya, yaitu melakukan pilihan amal yang lebih utama. (Al-Ghazali, II/52).
Keteguhan Al-Ghazali dalam memegang pendapatnya yang menyatakan menolak anak sebelum potensial wujud atau sebelum sperma berada dalam rahim perempuan adalah boleh, mendapat dukungan Az-Zabidi. Secara tegas Az-Zabidi menyatakan:
Ų„ŁŲ°Ł ŁŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁŲ§ŲŁ Ų„ŁŁŁŁŲ§ Ų¹ŁŁŁŲÆŁ ŁŁŲ¬ŁŁŲÆŁ Ų“ŁŲ±ŁŁŲ·ŁŁŁ. ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ ŲŖŁŲ²ŁŁŁŁŲ¬Ł ŁŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ų„ŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŁ
ŁŲØŁŁŲŖŁ ŁŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł. ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ Ų¬ŁŲ§Ł
ŁŲ¹Ł ŁŁŲ§ ŁŁŲ¬ŁŲØŁ Ų¹ŁŁŁŁŁŁ Ų£ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ²ŁŁŁ. ŁŁŲŖŁŲ±ŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ų°ŁŁŁŁŁ Ų„ŁŁŁŁŁ
ŁŲ§ ŁŁŁŁ ŲŖŁŲ±ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲ¶ŁŁŁŁŲ©Ł
Artinya, āKarena sebenarnya seorang lelaki tidak wajib menikah kecuali saat terpenuhi syarat-syaratnya. Sebab itu, bila menikah maka ia tidak wajib melakukan apapun kecuali menginap di suatu tempat bersama istri dan menafkahinya. Bila ia menyetubuhinya, maka tidak wajib baginya untuk inzĆ¢l atau memasukan sperma ke rahim istri. Karena itu, meninggalkan semua hal tersebut hanyalah meninggalkan keutamaan, tidak sampai makruh apalagi haram.ā (Az-Zabidi, V/380).
Walhasil, dengan merujuk pendapat Imam al-Ghazali, demikian pula pendapat Az-Zabidi, yang membolehkan penolakan wujud anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim perempuan, maka hemat penulis, hukum asal childfree adalah boleh.
Namun demikian kebolehan ini dapat berubah sesuai berbagai faktor yang mempengaruhinya. Seperti childfree yang dalam praktik riilnya dilakukan dengan menghilangkan sistem reproduksi secara total, maka hukumnya haram, sebagaimana dijelaskan dalam tulisan berjudul:Ā Hukum Memutus Fungsi Reproduksi melalui Childfree. WallĆ¢hu aālam.
Ahmad Muntaha AM-Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.
Terpopuler
1
PBNU Buka Pendaftaran Beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir, Ini Ketentuan dan Cara Daftarnya
2
Khutbah Jumat: Menjadi Pribadi Lebih Baik di Tahun Baru Islam
3
Khutbah Jumat: Mewarnai Agenda Akhir Tahun dengan Tobat dan Introspeksi Diri
4
Khutbah Jumat Muharram: Bulan Istimewa, Penuh Keutamaan, dan Penghapus Dosa
5
Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Kiat Memperbaiki Masa Depan
6
Khutbah Jumat: Memaknai Hijrah dalam Kehidupan
Terkini
Lihat Semua