Nasional

UU KIA Tingkatkan Partisipasi Perempuan di Dunia Kerja

Rab, 5 Juni 2024 | 15:00 WIB

UU KIA Tingkatkan Partisipasi Perempuan di Dunia Kerja

Ilustrasi dunia kerja perempuan. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang membuktikan bahwa negara terus bergerak membangun dunia kerja yang inklusif dan produktif bagi perempuan.


“Undang-undang ini akan meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja dan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas nasional. Hal ini penting karena partisipasi perempuan kita di dunia kerja saat ini baru 51 persen. Artinya, masih ada 49 persen perempuan yang masuk dalam kategori usia produktif dan tidak bisa terlibat di dunia kerja,” kata Irham kepada NU Online, Rabu (5/6/2024).


Irham mengungkapkan selama ini kendala-kendala maternitas dan reproduksi menjadi alasan utama penghambat kaum perempuan berpartisipasi di pasar kerja. Data global maupun nasional menunjukkan bahwa kaum perempuan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding laki-laki.


Ia berharap kesetaraan gender bisa terus didorong di dunia kerja.“Bila faktor penghambat di tempat kerja diminimalisir maka hal ini tentu bisa mendorong peningkatan produktivitas nasional dan ujungnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita,” jelas Irham.


Dorong pengesahan RUU PRT

Usai pengesahan UU KIA, Sarbumusi berharap DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk terus mendorong rekognisi dan proteksi perempuan di dunia kerja. Hal ini mengingat  Indonesia merupakan negara penghasil PRT terbesar di Asia Tenggara.


“Ada fenomena feminisasi sektor pekerjaan rumah tangga ini. Bukan saja PRT migran, PRT kita di dalam negeri saja jumlahnya hampir 5 juta. Bila dijumlah dengan PRT migran, maka negara ini sesungguhnya adalah penghasil PRT tertinggi di Asia Tenggara, mengalahkan Filipina yang selama ini terkenal sebagai penghasil buruh migran terbesar di kawasan,” tutur Irham.


“DPR perlu segera mengesahkannya demi peningkatan partisipasi perempuan di dunia kerja,” imbuh Irham.


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi Undang-Undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19, Selasa (4/6/2024) di Senayan Jakarta.


Pada Pasal 4 ayat (3) UU KIA mengatur hak cuti bagi ibu pekerja yang melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi khusus yang dibuktikan dengan keterangan medis.


UU KIA juga mengatur hak cuti suami mendampingi istri melahirkan sekurang-kurangnya selama 2 hari atau ditambah 3 hari selanjutnya sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja.


Perlu komitmen kuat

Sebelum Pengambilan Keputusan di Tingkat II, Rapat Paripurna DPR tersebut mendengarkan Pendapat Akhir Presiden atas RUU KIA pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati.


"Kita semua memiliki harapan besar ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan dapat hidup tenteram, nyaman apa pun keadaannya. Untuk itu, diperlukan komitmen kuat menyejahterakan ibu dan anak dengan menjamin pemenuhan hak-haknya. Pemerintah wajib memastikan ibu dan anak terlayani maksimal,” tutur Bintang.