Nasional

Tumpang Tindih Aturan dalam RUU Penyiaran, Dewan Pers Siap Hadapi DPR di Senayan

Rab, 22 Mei 2024 | 10:30 WIB

Tumpang Tindih Aturan dalam RUU Penyiaran, Dewan Pers Siap Hadapi DPR di Senayan

Logo Dewan Pers. (Foto: dewanpers.or.id)

Jakarta, NU Online

 

Anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro, menyampaikan kekhawatirannya terkait Pasal 42 Ayat 2 dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Pada pasal itu dijelaskan bahwa sengketa pers bisa diselesaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

 


Ia menilai pasal tersebut sebagai bukti tumpang tindih aturan dalam RUU Penyiaran. Sebab di dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah diatur bahwa Dewan Pers merupakan pihak yang dapat menyelesaikan sengketa pers.


Karena itu, Sapto menegaskan bahwa Dewan Pers menolak RUU Penyiaran, terutama tidak setuju dengan ketentuan penanganan sengketa pers dan menganggapnya sebagai langkah yang merugikan.


Sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Penyiaran, Sapto tak segan menyatakan bahwa pihaknya akan siap menghadapi DPR di Senayan.


"Pertanyaannya, apakah selama ini sengketa pers ada masalah? Tidak. Kalau sesuatu tidak ada masalah, apa urgensinya untuk diubah pengaturannya?" kata Sapto saat dihubungi NU Online Selasa (21/5/2024).


"Kalau ini terjadi, komunitas pers siap berhadapan dengan (DPR di) Senayan," tegas Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers periode 2022 - 2025 itu.


Sapto menegaskan, proses penyelesaian sengketa pers sudah berjalan baik di Dewan Pers. Menurutnya, jika sistem yang ada sudah berfungsi dengan baik maka tidak ada alasan untuk mengubahnya.


"Kalau proses penyelesaian sengketa pers sudah jalan di Dewan Pers, diambil alih, itu bukan review atau revisi namanya, (tapi) itu mengganti UU namanya," jelasnya.


Sapto juga menyampaikan kritik keras kepada DPR yang dianggap tidak melakukan harmonisasi dalam penyusunan RUU Penyiaran. Ia menyebut, anggota DPR dan tenaga ahli yang menyusun RUU Penyiaran ini tampaknya sengaja mengesampingkan UU yang sudah ada (UU Pers).


Usulan untuk DPR

Sapto mengusulkan solusi yang lebih tertata. Ia meminta DPR memberikan kesempatan kepada Dewan Pers dan komunitas pers untuk memberikan masukan atau melakukan dengar pendapat.


"Saat ini kami sedang menyusun DIM (daftar isian masalah) yang diperlukan untuk UU Penyiaran," katanya.


Sapto juga menyarankan, pembahasan RUU Penyiaran dihentikan hingga periode DPR yang baru, mengingat anggota DPR saat ini akan berakhir masa jabatannya pada Oktober nanti.


"Lebih praktis, menurut kami, hentikan pembahasan UU Penyiaran tersebut. Tak efektif anggota DPR yang akan berakhir Oktober nanti memaksakan diri merampungkan UU yang problematik. Percayakan pada anggota DPR yang baru," ungkapnya.


Bagi tugas Dewan Pers dan KPI

Sapto menjelaskan bahwa selama ini sudah terjalin kerja sama antara Dewan Pers dan KPI. Kedua pihak sudah memiliki pembagian tugas yang jelas.


"Untuk media penyiaran seperti TV dan radio yang menggunakan frekuensi publik, bila isi beritanya bermasalah, akan diselesaikan di Dewan Pers. Kalau menyangkut siaran seperti sinetron atau program hiburan, itu wilayah KPI sepenuhnya," terangnya.

 


Mengenai kerjasama antara Dewan Pers dan KPI, Sapto menjelaskan bahwa selama ini sudah ada pembagian tugas yang jelas. Sapto berharap agar proses legislasi ke depan lebih memperhatikan masukan dari komunitas pers untuk menjaga kebebasan pers dan kualitas jurnalistik di Indonesia.


"Untuk media penyiaran seperti TV dan radio yang menggunakan frekuensi publik, bila isi beritanya bermasalah, akan diselesaikan di Dewan Pers. Kalau menyangkut siaran seperti sinetron atau program hiburan, itu wilayah KPI sepenuhnya," terangnya.


Sapto berharap, proses legislasi ke depan lebih memperhatikan masukan dari komunitas pers untuk menjaga kebebasan pers dan kualitas jurnalistik di Indonesia.