Nasional KONFERWIL NU JATIM 2018

Serunya Bahtsul Masail Konferwil Hingga Jelang Subuh

Sab, 28 Juli 2018 | 23:53 WIB

Serunya Bahtsul Masail Konferwil Hingga Jelang Subuh

Sidang bahtsul masail komisi maudhuiyah pada Konferwil NU Jatim.

Kediri, NU Online
Sejumlah masalah keagamaan menjadi pembahasan menarik di komisi bahtsul masail Konferensi Wilayah (Konferwil) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur. Bahkan untuk membahas masalah kerukunan antarumat beragama baru berakhir menjelang waktu Subuh.

Puluhan peserta bahtsul masail komisi maudhuiyah terlihat demikian serius membahas kerukunan antarumat beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Para peserta adalah utusan dari berbagai Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama se-Jatim,” kata Ustadz Ahmad Muntaha AM, Ahad (29/7) dini hari.

Menurut alumnus Pesantren Lirboyo Kediri ini, para peserta beradu argumen terkait implementasi kerukunan beragama berdasarkan status sosial. “Baik sebagai anggota dan warga masyarakat, pimpinan organisasi keagamaan maupun tokoh agama, hingga selaku pejabat pemerintah atau negara,” jelas Ustadz Muntaha.

Kalau sebagai anggota masyarakat, seluruh peserta sepakat bahwa bertetangga, berteman dan bermitra dengan pemeluk agama lain adalah sebuah hal yang tidak dapat dihindari. “Dengan demikian, setiap individu harus menjaga ketenteraman, ketertiban, keamanan dan kemakmuran hidup, kendati berbeda agama,” ungkap ustadz yang didapuk sebagai moderator di komisi ini.

Perbincangan semakin hangat saat membahas sikap yang harus diambil manakala orang Islam menjadi pimpinan Ormas keagamaan dan tokoh agama, maupun pejabat negara. “Bagaimana sikap dan tindakan yang harus dilakukan bila berhadapan dengan non-muslim,” ungkapnya. Di satu sisi harus menjaga kebersamaan dengan pemeluk agama lain, pada saat yang sama juga memberikan teladan dan bimbingan kepada umat, lanjutnya.

Para peserta bahtsul masail kian bersemangat, serta memberikan catatan terkait batasan toleransi dan menjalin kerukunan dengan pemeluk agama lain. “Bagaimana prinsip toleransi dalam penerapannya yang tidak boleh melampaui batas-batas yang telah digariskan syariat,” kata alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel tersebut.

Dalam Islam, kerukunan antarumat beragama tidak boleh mengabaikan rambu agama. “Hal itu agar keimanan dan keislamannya tetap terjaga dengan baik,” urai Ustadz  Muntaha. Demikian pula para tokoh agama dituntut memberikan penjelasan sekaligus teladan bagaimana menjalin kerukunan antarumat agama secara benar dalam konteks berbangsa dan bernegara, lanjutnya.

“Perdebatan semakin sengit lantaran batasan-batasan yang dikemukakan peserta juga beragam. Bahkan di tingkat perumus juga mengemuka perbedaan pandangan, sehingga diskusi berlangsung demikian dinamis,” ungkapnya.

Berbagai silang pendapat peserta terjawab dengan uraian para perumus dan mushahih yang sangat tampak kepakarannya dalam forum itu. “Ada KH Azizi Hasbulloh, KH Romadlon Chotib dan Kiai Ahmad Fauzi Hamzah Syam,” katanya.

Namun demikian, masalah ini akan dirumuskan oleh tim yang juga ditashih oleh jajaran syuriah PWNU Jatim. “Sehingga nantinya dapat menjembatani sekaligus memberi panduan kepada umat terkait bagaimana sikap toleransi yang dibenarkan syariat,” katanya.

Bahtsul masail di komisi maudhuiyah dilanjutkan pagi ini dengan membahas zakat profesi. Ketua sidang adalah KH Azizi Hasbullah dengan moderator Ustadz  Ahmad Muntaha AM. Para perumus adalah KH Romadlon Chotib, KH Ahmad Fauzi Hamzah Syam, KH Abdurrozaq Sholeh, KH Achmad Shampton Masduqi, KH Muhammad Mughits, serta Faruq Tsabit. (Ade Nurwahyudi/Ibnu Nawawi)