Nasional RAKERNAS MUKERNAS MUSLIMAT NU

Rais ‘Aam PBNU: Muslimat Harus Jadi Teladan Jam’iyah

Sen, 2 Juni 2014 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pejabat Rais ‘Aam PBNU KH Mustofa Bisri mengungkapkan sejumlah harapan kepada Muslimat NU dan seluruh kader NU  untuk menebar kasih sayang dan menjadi juru damai di tengah beragam konflik yang terjadi di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia lain.
<>
Kiai yang akrab disapa Gus Mus ini juga mengatakan, secara manajerial dan gerakan, Muslimat NU harus diteladani berbagai organisasi yang berafiliasi ke NU. Hal itu disampaikan Gus Mus saat menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Muslimat NU dan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Perangkat-perangkat Muslimat NU, Ahad (1/5).

Terselenggaranya Rakernas dan Mukernas Muslimat NU, menurut Gus Mus  menunjukkan tingginya tanggung jawab ibu-ibu Muslimat terhadap negeri ini. “Ibu-ibu bukan hanya memikirkan pribadi, tapi memikirkan bangsa ini. Tak hanya memikirkan NU, tapi memikirkan Indonesia. Ini adalah bukti bahwa kita adalah orang Indonesia, Indonesia adalah rumah kita sehingga kita terus memikirkan Indonesia,” ujarnya.

Di tengah kondisi negeri yang carut-marut serta maraknya konflik dan kekerasan yang terjadi di Indonesia maupun di sejumlah Negara Timur Tengah, Asia Timur dan Eropa, NU menurut Gus Mus berkali-kali diminta menjadi penengah, atau juru damai.

Beberapa tahun ini, kata dia, ketika konflik besar di sejumlah negara yang dipicu perbedaaan faham, keyakinan serta ketidak adilan ekonomi, sejumlah tokoh dan kepala negara banyak sowan ke PBNU.

“Yang sering  disebut-sebut bisa mendamaikan berbagai konflik ini adalah kelompok yang sering diolok-olok oleh kelompok lain, sebagai kelompok Islam tradisional. Karena kita ini tidak tatharruf (ekstrim,red) ke sana, tidak ke sini. Karena kita bertahan pada prinsip tawasuth dan i’tidal (moderat dan berkeadilan,red), NU dipandang mampu mendamaikan,” paparnya.

Terlebih, dengan jumlah jama’ah NU yang mencapai 70 juta orang, dan jumlah kader Muslimat sebanyak 22 juta ibu, secara kuantitas, NU adaalah organisasi terbesar di dunia, tak hanya di Indonesia.

“Jika ada hadist yang menyatakan “‘alaikum bisawadzil a’dhom,” bergabunglah dengan kelompok terbesar, maka mungkin yang dimaksud hadist tersebut adalah kita. Saya sudah bertemu dengan grand syaikh Al-azhar, dengan ulama Saudi, Sudan, Syiria dan ulama dari berbagai dunia, mereka mengakui bahwa prinsip Aswaja NU ini sangat ideal untuk saat ini.”

Gus Mus juga mengimbau supaya ibu-ibu Muslimat menjaga anak-anaknya. Jangan sampai silau oleh pemahaman Islam yang kelihatan gagah. Karena NU sesungguhnya organisasi berpemahaman Islam yang paling otentik, yang tawasuth i’tidal. “Karenanya, kita adalah pemimpin umat bukan pemimpin sebagian umat.” tandasnya.

Namun, Gus Mus mengakui, besarnya kuantitas jama’ah NU ini belum seiring dengan kualitas manajerial organisasi. Meski begitu jangan menyurutkan semangat kaum nahdliyin untuk berkhidmah, mengabdikan diri kepada umat dan bangsa ini.

“Kita belum kunjung berjam’iyah (berorganisasi) secara total. Karena kita lahir dari komunitas komunitas-komunitas ulama di berbagai daerah di negeri ini. Para kiai, nyai di pesantren-pesantren melayani berkhidmah kepada umat.

Inilah salah satu ciri menonjol dari pemimpin kita yang ditunjukkan Al-Qur’an adalah ‘azizun alaihi  harisun ma ‘anittum bil mu’minina roufun rohim. “Pemimpin agung kita Nabi Muhammad punya kasih sayang yang tinggi. Para Ulama-ulama kita selalu ingin meniru beliau. Selalu punya rasa tak tega yang  tinggi, dulu masyarakat yang sakit ke kiai,” paparnya.

Kelompok komunitas yang berkhidmah, mewakafkan dirinya untuk umat ini ada di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagainya. Maka Hadratus Syaikh K.H Hasyim Asy’ari berkata, ‘yang batil saja kalau ditandzim bisa mengalahkan yang hak’. “Maka kita komunitas-komunitas yang hak ditandzim dari jama’ah menjadi jam’iyah,” katanya.  

Kata Gus Mus, hal itu, dulu sempat dijembatani KH. Wahid hasyim dan K.H Mahfudz Siddiq. Sayangnya entah kenapa Allah Swt, memanggil keduanya terlalu cepat. “Dan sekarang belum ada yang melanjutkan perjuangan beliau berdua ini. Saya membayangkan NU menjadi organisasi yang betul-betul organisasi. Perapihan manajemen ini saya lihat mulai dilakukan oleh Muslimat NU.”

Gus Mus berharap Muslimat NU mendahului berjam’iyah yang sesungguhnya. “Kalau ibunya sudah, nanti anaknya ikut. Ibu-ibu dapat berkata kepada banom NU lain, ‘Nak ini cara kerja yang ditandzim semacam ini lebih enak, kamu harus mencobanya’.” (Abdel Malik/Abdullah Alawi)