Nasional HARLAH KE-51 LESBUMI

Lesbumi Didorong Pelopori Kebangkitan Film Berkualitas

Kam, 4 April 2013 | 00:04 WIB

Jakarta, NU Online
Arus umum industri perfilman di Indonesia masih menunjukkan ketidakberpihakannya pada kualitas pesan yang hendak disampaikan. Kepentingan komersil masih dominan, mengalahkan unsur edukasi, baik menyangkut moralitas ataupun  jati diri budaya bangsa.
<>
Demikian salah satu keseimpulan diskusi yang terangkai dalam acara “Pemutaran dan Apresiasi Film Santri” yang digelar Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (3/4) sore.

Turut hadir sebagai pembicara Ketua PP Lesbumi Sastro Ngatawi, pengamat geopolitik internasional Wisnu Notonegoro, serta aktor dan penggiat film Soultan Saladin.

“Lesbumi perlu mensponsori bangkitnya film di Indonesia,” ujar Wisnu kepada forum usai pemutaran film pendek karya santri dan pelajar berjudul “Hanacaraka” dan “Kotak Amal Ramadhan”.

Wisnu mengatakan, penjajahan asing atas Indonesia yang kini berlangsung tak hanya terjadi pada sektor ekonomi dan politik, melainkan juga budaya, termasuk lewat sejumlah tayangan film yang tidak mendidik.

Menurut dia, peristiwa bersejarah dan khazanah budaya lokal Nusantara perlu mendapat perhatian secara serius. “Supaya anak-anak muda tidak melupakan akar sejarah nasionali kita,” tuturnya.

Saladin mengaku prihatin dengan maraknya film-film yang baginya meminggirkan aspek mutu, termasuk untuk sejumlah film yang mengklaim bernuansa agamis.

“Apakah (film agamis) itu niatnya untuk dakwah? Itu kita patut pertanyakan. Bukankah untuk keuntungan semata-mata?” imbuhnya.

Aktor yang berkecimpung di dunia peran sejak 1974 ini memandang penting apa yang ia sebut revolusi film nasional. Sebagai ormas Islam yang besar, NU harusnya bisa mempelopori upaya ini. Apalagi, para pendiri Lesbumi, seperti Asrul Sani, Djamaluddin Malik, dan Usmar Ismail termasuk tokoh perfilman yang reputasinya tak diragukan lagi.


Penulis: Mahbib Khoiron