Nasional HARI BATIK NASIONAL

Kisah Rais Aam NU Pernah Jualan Batik di Masa Mudanya

Sel, 2 Oktober 2018 | 09:15 WIB

Kisah Rais Aam NU Pernah Jualan Batik di Masa Mudanya

KH Miftachul Akhyar memakai batik NU yang dipadu dengan jas didampingi Rais Syuriyah PBNU KH Mujib Qulyubi

Jakarta, NU Online 
Penjabat Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar memiliki hubungan erat dengan batik. Pada masa mudanya, ia pernah berjualan batik dari satu tempat ke tempat lain. Karena aktivitasnya itu, dari Lasem ia menyambangi daerah-daerah lain seperti Pekalongan, Surabaya, hingga Banyuwangi. 

“Tapi bukan berniaga besar. Hanya jualan batik dengan bungkelan,” kata kiai yang yang didaulat menjadi pemimpin tertinggi di NU pada 22 September lalu. 

Ia menjelaskan, bungkelan adalah buntalan dari kain lebar. Kemudian batik-batik yang akan dijual itu disatukan di dalam buntalan itu. Buntalan untuk memudahkan cara membawa batik dengan cara dijinjing atau dipanggul. 

Itu saya lakukan pada tahun 77, selama empat tahun,” kenangnya di Gedung PBNU, Jakarta, (2/10).   

Kiai kelahiran 1953 ini menambahkan, melakukan hal itu karena ia menikah pada usia yang sangat muda. Belum mapan, tapi harus memenuhi kebutuhan keluarga.

“Saya menikah pada usia sangat muda. Kebetulan suami kakak istri saya adalah saudagar batik dari Pekalongan,” katanya. 

KH Miftachul Akhyar pernah nyantri di Pondok Pesantren Tambak Beras, Pondok Pesantren Sidogiri (Jawa Timur), Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah, dan mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki Al- Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia.

Penguasaan ilmu agama KH Miftachul Akhyar ini membuat kagum Syekh Masduki Lasem sehingga ia diambil menantu oleh oleh kiai yang terhitung sebagai mutakharrijin (alumnus) istimewa di Pondok Pesantren Tremas.

Kemudian KH Miftachul Akhyar mendirikan  Pondok Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan mulai dari nol. Awalnya ia hanya berniat mendiami rumah sang kakek, tetapi setelah melihat fenomena pentingnya "nilai religius" di tengah masyarakat setempat, maka mulailah membuka pengajian.

UNESCO mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Tanggal 2 Oktober ditetapkan sebagai Peringatan Hari Batik Nasional melalui Penerbitan Kepres No 33, 17 November 2009. Selamat Hari Batik. (Abdullah Alawi)