Nasional

Kartini Bukan Hanya Urusan Perempuan

Sel, 25 April 2017 | 16:02 WIB

Tangsel, NU Online
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ulil Abshar Hadrawi (Gus Ulil) mengatakan, perjuangan Kartini bukan hanya untuk kaum perempuan, tetapi perjuangannya lebih dari pada itu, yaitu melawan penjajahan, mengentaskan kemiskinan, dan memajukan pendidikan.

"Urusan Kartini bukan hanya urusan perempuan. Kebetulan orangnya (Kartini) perempuan. Dia mengajari orang Indonesia cara melawan penjajahan," kata Gus Ulil saat menjadi narasumber dalam acara Peringatan Hari Kartini dengan Membangun Peran Aktif Perempuan Pembangun Bangsa yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (25/4) sore.

Gus Ulil menjelaskan, ada tiga orang yang diperingati hari lahirnya, yaitu Nabi Muhammad SAW, Isa Al-Masih, dan Kartini.

Gus Ulil menjelaskan, Kartini memiliki dua hal yang membuatnya istimewa. Pertama, Kartini lahir dan tumbuh di lingkungan yang sangat feodal. Kartini adalah anak dari selir ketiga Bupati Jepara. Kartini merasakan betul bagaimana budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi adat dan memarjinalkan peran perempuan.

Kedua, Kartini mendapatkan kesempatan pendidikan yang luas dan bahan bacaan yang banyak. Keluarga Kartini memang orang-orang yang terdidik.

Menurut Gus Ulil, dua hal yang saling bertolak belakang tersebut membuat Kartini istimewa.

"Di satu sisi, dia berpendidikan dan memiliki bacaan yang luas. Sementara di sisi lain, ia dihadapkan dengan feodalisme," jelasnya.

Ide-ide cemerlang Kartini, jelas Gus Ulil, yang dituangkan di dalam surat-suratnya itu lahir dari persentuhannya dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar yang mengalami kemiskinan dan keterbelakangan.

"Kartini hidup enak karena anak bupati. Sementara, di sekitarnya kemiskinan di mana-mana. Di sini, Kartini bisa mikir," kata doktor bidang sastra alumni Universitas Indonesia itu.

Gus Ulil mengaku kagum atas keistiqamahan Kartini dalam menulis. "Dia istiqamah. Apapun yang ada ditulis. Awalnya jelek, kemudian ditulis terus hingga menjadi baik," pungkasnya. (Muchlishon Rochmat/Alhafiz K)