Jalan Kaki Tiga Hari Warnai Kilas Balik Perjuangan KHR As'ad Syamsul Arifin
Sel, 10 November 2020 | 05:30 WIB
![Jalan Kaki Tiga Hari Warnai Kilas Balik Perjuangan KHR As'ad Syamsul Arifin](https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/mid/1604984446.jpg)
Pahlawan nasional dan pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Kiai As’ad Syamsul Arifin. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)
Aryudi A Razaq
Kontributor
Jember, NU Online
Salah satu ulama yang mendapat gelar pahlawan nasional adalah KHR As'ad Syamsul Arifin. Gelar tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 90/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2016.
Tentu saja gelar tersebut dianugerahkan bukan tanpa alasan kepada pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo itu. Sebab, Kiai As’ad dikenal sebagai sosok yang gigih untuk mengusir penjajah. Ia turun langsung ke medan jihad untuk menghancurkan serdadu Belanda.
Kilas balik perjuangan Kiai As’ad setiap tahun diperingati dengan napak tilas di dua tempat , yaitu di Bondowoso dan Sukowono (Jember). Di Bondowoso napak tilas start di depan Gerbong Maut Alun-Alun Bondowoso menuju kediaman sang kiai, yaitu Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Peserta napak tilas yang terdiri dari alumni dan simpatisan itu berjalan kaki selama 3 hari untuk sampai di ndalem Kiai As’ad. Perjalanan tersebut untuk mengenang saat-saat Kiai As’ad bergerilya melawan penjajah.
Sedangkan di Jember, napak tilas dimulai dari halaman Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Desa Sumberwringin, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember menuju Pasar Alas, Desa Garahan, Kecamatan Silo, Jember. Di tempat inilah serdadu Belanda bermarkas untuk mengamankan teritorial Jember bagian timur.
Napak tilas yang satu ini juga melewati jalan yang pernah dilalui Kiai As’ad untuk mengusir penjajah di Garahan. Rute perjalanan sepanjang 55 kilometer yang memakan waktu selama dua hari itu memang tidak gampang, karena harus menyusuri jalan desa, hutan serta sungai.
“Karena intinya memang ingin menghayati perjuangan beliau (Kiai As’ad), bahwa tidak gampang berjuang dalam mengusir penjajah,” ungkap salah seorang pengurus Ikatan Santri & Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSSAS), Situbondo, HM Misbahus Salam kepada NU Online di Jember, Selasa (10/11).
Bahkan di acara napak tilas yang kesekian kalinya, dibangun Monumen Kiai As’ad di lapangan Garahan, Kecamatan Silo, Jember. Monumen tersebut dibangun menghadap ke jalan raya, sehingga mudah disaksikan oleh pengendara yang melewati jalan jurusan Jember-Banyuwangi itu.
Menurut H Misbah, dua napak tilas tersebut hanya menggambarkan sebagian kontribusi Kiai As’ad dalam berusaha dan berjuang mengusir penjajah. Di luar itu, tentu masih banyak sisi lain perjuangan beliau yang mungkin tidak diketahui publik. Kiai As’ad dan juga para ulama pejuang yang lain beranggapan bahwa berjuang untuk melawan penjajah hukumnya adalah wajib ‘ain.
“Perkara jika akhirnya beliau dapat penghargaan gelar pahlawan itu sudah selayaknya walaupun beliau berjuang tanpa mengharap balasan apapun, tujuannya memberi semangat kepada generasi penerus” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
PBNU Buka Pendaftaran Beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir, Ini Ketentuan dan Cara Daftarnya
2
Khutbah Jumat: Menjadi Pribadi Lebih Baik di Tahun Baru Islam
3
Khutbah Jumat: Mewarnai Agenda Akhir Tahun dengan Tobat dan Introspeksi Diri
4
Khutbah Jumat Muharram: Bulan Istimewa, Penuh Keutamaan, dan Penghapus Dosa
5
Khutbah Jumat Tahun Baru Hijriah: Kiat Memperbaiki Masa Depan
6
Khutbah Jumat: Memaknai Hijrah dalam Kehidupan
Terkini
Lihat Semua