Nasional HARI SANTRI 2016

Hari Santri, Sejumlah Filolog Bahas Aksara Pegon dan Kreativitas Pendidikan Pesantren

Sel, 18 Oktober 2016 | 12:05 WIB

Jakarta, NU Online
Di tengah peringatan Hari Santri, Subdit Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendis Kemenag RI menggelar konferensi bertema Pegon sebagai Instrumen Akademik dalam Tradisi Islam Nusantara di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Dalam pertemuan ini para filolog (ilmuan pengkaji naskah dan kesusatraan klasik) mengangkat aksara pegon yang telah dikenal di pesantren.

Menurut Dick van Der Meij  dari Universitas Leiden, fenomena pegon menunjukkan dengan jelas bahwa pegon adalah salah satu kreativitas pesantren untuk mempertahankan identitas sebagai tradisi Islam Nusantara.

“Pegon merupakan bukti kreatif para ulama di Nusantara ketika melakukan aktualisasi aksara Arab di tengah masyarakat Jawa, Madura, Sunda, dan daerah lainnya,” kata Meij, Jumat (14/10).

Sementara Prof Hj Titik Pudjiastuti dari Universitas Indonesia dan Prof H Syamsyul Hadi dari Universitas Gajah Mada menyinggung asal usul aksara pegon dari sisi sastra dan kebudayaan Islam di Jawa.

Menurut Titik, aksara pegon ini tidak dapat dilepaskan dari aksara Jawi (Bahasa Melayu), sebab selain masih satu rumpun, juga perlunya para pengkaji naskah kuno (baca: filolog) untuk melakukan sharing bersama dalam banyak perspektif keilmuan.

Aksara pegon mulai ditemukan sejak abad ke-15, lebih akhir dari aksara Jawi yang sudah dikenal sejak abad ke-14 melalui batu nisan. Hasil telusuran Titik, aksara pegon di beberapa tempat seperti Jawa, Cirebon, Sunda, dan Madura mempunyai kekhasan masing-masing.

“Sayangnya, belum ada buku standar yang disepakati oleh kalangan pesantren tentang pedoman penulisan dengan aksara pegon. Aksara pegon ini sebagian besar adalah hasil adaptasi dari aksara Jawi berbahasa Melayu yang sudah lebih dulu berkembang di Sumatera dan sekitarnya. Hanya ada dua huruf yang berasal adapatasi huruf Jawa, yaitu dha dan tha,” ujar Titik.

Filolog lulusan UI Mahrus eL-Mawa usai diskusi menyampaikan harapan kepada para pengambil kebijakan di Kementerian Agama RI supaya aksara pegon dan Jawi dapat menjadi salah satu mata pelajaran dan mata kuliah wajib sebagai identitas keislaman di Indonesia saat ini.

Dalam tradisi tulis, sumbangan terbesar umat Islam di Indonesia khususnya di pesantren adalah pelestarian aksara pegon hingga saat ini. Aksara pegon ini pula yang menjadi identitas Islam Nusantara, yang berbeda dengan aksara Arab pada umumnya. Pegon ini setara dengan huruf Parsi, Urdu, dan semacamnya, kata Mahrus.

Dengan pelaksanaan konferensi regional di atas, semakin jelas kontribusi Kementerian Agama RI melalui subditnya terhadap peringatan Hari Santri tahun 2016. Hal ini semakin jelas dalam rangka meneguhkan bahwa Islam Nusantara bukanlah sesuatu yang ahistoris, tetapi nyata dapat dijadikan pedoman dalam pendidikan dan pembelajaran sejak SD hingga S-3. (Red Alhafiz K)