Nasional

Hardiknas, Ini Tiga PR Besar dalam Pendidikan Indonesia

Sel, 2 Mei 2023 | 15:00 WIB

Hardiknas, Ini Tiga PR Besar dalam Pendidikan Indonesia

Ilustrasi pendidikan. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online 
Memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei setiap tahunnya, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji memberikan catatan tentang pekerjaan rumah (PR) yang masih dimiliki bangsa Indonesia di bidang pendidikan. 

 

Sedikitnya, terdapat tiga PR pendidikan Indonesia yang ia sorot. Mulai dari akses pendidikan yang belum merata hingga pendidikan yang belum terkategori sebagai sektor prioritas negara. 

 

“Pertama, soal akses itu masih menjadi masalah terutama bagi kelompok marjinal. Jadi dengan pendidikan yang berbayar menghalangi anak Indonesia untuk bisa mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Tidak sekadar sekolah, tapi juga mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas,” paparnya kepada NU Online, Selasa (2/5/2023).

 

Menurutnya, hingga kini masih ada kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta. Hal ini kentara dari kebijakan sekolah negeri gratis dan sekolah swasta bayar. 

 

“Sementara dalam UU Sisdiknas tidak pernah ada membedakan antara sekolah negeri dan swasta. Anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pembiayaan ditanggug pemerintah,” jabar dia.

 

“Jadi seluruh warga negara Indonesia dijamin UUD 1945 mendapatkan pendidikan mau di negeri atau swasta, tapi tadi itu kan ada gap soal akses dan hari ini belum selesai,” tambahnya.

 

Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik. Menurutnya, masyarakat masih sering terjebak pada diskursus pergantian kurikulum. Padahal, lebih penting dari itu, peningkatan kualitas tenaga pendidik sebagai aktor utama masih perlu diperhatikan.

 

“Ini yang sering terjadi dan dikatakan bahwa setiap ganti menteri ganti kurikulum. Kita lupa bahwa siapa aktor utama dari kurikulum itu tentu adalah guru. Kalau kurikulum diubah terus tapi gurunya tidak berkualitas, tidak akan berkontribusi apa-apa. Tidak ada dampak yang signifikan pada perubahan. Kualitas mutu guru ini harus jadi prioritas,” jelas Ubaid.

 

Apalagi, lanjutnya, berdasarkan data asesmen nasional guru-guru di Indonesia masih banyak yang berada di bawah standar nasional. Guru kemudian diminta tidak hanya menuntut soal kesejahteraan dan upah yang layak, tapi juga peningkatan dan pemberian pembelajaran yang berkualitas. 

 

“Kalau gurunya ada di bawah standar, tentu tidak bisa berharap banyak dari kondisi peserta didik. Karena itu, ini menjadi sangat serius,” terangnya.

 

Ketiga, pendidikan belum menjadi sektor prioritas di Indonesia. Hal Ini terlihat dari masih buruknya pendidikan karakter di level lembaga pendidikan. 

 

“Jadi meskipun judulnya pemerintah kita adalah revolusi mental, tapi di momen Hardiknas ini kita merefleksikan bahwa pemerintah masih kalang kabut membangun infrastruktur moral atau karakter Indonesia,”

 

Hal ini berdampak pada meningkatnya kasus kekerasan di sekolah, perundungan, hingga korupsi yang melibatkan pimpinan lembaga pendidikan itu terus menghiasi pemberitaan di media massa. 

 

“Itu menampar muka kita sendiri. Ini menunjukan bahwa tempat di mana anak belajar soal etika dan moral soal karakter itu diacak-acak oleh aktor pendidikan yang seharusnya mencerminkan teladan baik,” kata dia.

 

Ini juga harus menjadi prioritas penting. Negara ini tidak cukup dibangun dengan infrastruktur yang megah tapi juga penting untuk infrastruktur sumber daya manusianya dibenahi,” tambahnya. 

 

Besar ia berharap, pendidikan kelak menjadi salah satu sektor prioritas dan didukung oleh pembiayaan yang maksimal, dan berorientasi pada kualitas. Ubaid meyakini hal tersebut dapat dicapai jika perencanaan pendidikan berbasis pada hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan layanan pendidikan dan pengelolaannya melibatkan pihak-pihak dalam ekosistem pendidikan.

 

“Seperti masyarakat, tokoh, maupun ormas. Ini tanggung jawab negara tapi proses keberhasilan harus inklusif, melibatkan semua aktor pendidikan dalam ekosistem pendidikan,” tutupnya.

 

Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi