Internasional

Turki Akhiri Kebijakan Panjang Pelarangan Jilbab

Sel, 1 Oktober 2013 | 02:01 WIB

Kairo, NU Online
Turki akan mengakhiri pelarangan penggunaan jilbab, dalam institusi pemerintahan, kata PM Recep Tayyip Erdogan dalam sebuah pidato, Senin, 30 September.<>

“Tidaklah rasional mengharapkan kebijakan ini mengatasi seluruh kebijakan negara, walaupun kami berharap dapat melakukan hal ini,” kata ErdoÄŸan dalam konferensi pers di Ankara, seperti dilaporkan oleh Hurriyet Daily News.

“Sulit melakukan reformasi jika deadlock menjadi sebuah pendekatan politik,” kata ErdoÄŸan, menambahkan bahwa disamping ancaman dan serangan pada partainya, mereka tidak menghentikan langkah menuju demokratisasi.

“Kami akan melanjutkan kebijakan apapun yang membuat rakyat senang,” tambahnya.

Pelarangan hijab berakhir bersamaan dengan sejumlah reformasi domestik sebagai bagian dari paket kebijakan demokratisasi.

Menurut Erdogan, pemerintah akan menghapus larangan penggunaan jilbab di institusi-institusi publik, kecuali bagi hakim, jaksa, polisi dan militer, sebagai bagian dari amandemen kelima.

Pengakuan hak bagi etnis minoritas di Turki juga bagian dari paket kebijakan tersebut. 

Dalam reformasi tersebut, pendidikan dalam bahasa dan dialek yang berbeda akan diizinkan di sekolah swasta.

Jilbab dilarang di bangunan publik, universitas, sekolah, dan gedung-gedung pemerintah sejak tahun 1980, setelah terjadinya kudeta militer.

Elit sekuler Turki, termasuk jenderal militer, hakim, dan para rektor menentang penghentian larangan penggunaan jilbabl.

Pada 2008, pelarangan pembatasan penggunaan jilbab di universitas disetujui, selanjutnya pada 2012, larangan penggunaan jilbab di sekolah Islam dicabut. Anak-anak di sekolah reguler juga diizinkan menggunakan jilbab dalam pelajaran Al Qur’an.

Perubahan kebijakan ini akan efektif berlaku pada tahun akademik 2013-2014.

Melawan diskriminasi

Dengan pengumuman era baru kebebasan beragama, Erdogan mengkonfirmasikan bahwa mereka yang mencegah kebebasan menjalankan ibadah akan dikenakan hukuman.

“Kami juga akan meningkatkan denda kriminal atas kebencian dari satu tahun menjadi tiga tahun untuk menghilangkan diskriminasi,” kata Erdogan, yang didasarkan atas perbedaan agama, kebangsaan atau etnisitas.

“Kami akan membentuk sebuah institusi untuk melawan diskriminasi,” tambahnya.

Reformasi baru ini akan menumbuhkan gambaran baru tentang Turki yang mendengarkan permintaan dari warganya.

“Tantangan utama dalam reformasi di Turki adalah masa kegelapan pada 27 Mei,” kata ErdoÄŸan, mengacu pada kudeta militer pertama pada 27 Mei 1960 ketika PM konservatif Adnan Menderes diturunkan ketika terjadi peningkatan tindakan otoriter. (onislam.net/mukafi niam)
Foto: Onislam