Daerah KONFERWIL NU JATIM 2018

Pulang Konferwil Jangan Lupa Borong Buah Tangan

Ahad, 29 Juli 2018 | 02:33 WIB

Pulang Konferwil Jangan Lupa Borong Buah Tangan

Bazar di arena Konferwil saat malam hari.

Kediri, NU Online
Tradisi yang sulit dilupakan saat berlangsungnya kegiatan di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah menyempatkan berburu oleh-oleh. Demikian pula pada hajatan Konferensi Wilayah (Konferwil) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur yang berlangsung di Pesantren Lirboyo, Kota Kediri. 

“Rasanya ada yang kurang bila tidak membawa oleh-oleh,” kata Jami’an, Ahad (29/7). Penggembira dari Sidoarjo tersebut sejak awal telah menyiapkan dana khusus untuk berburu buah tangan. 

Agar mempunyai nilai lebih, ayah tiga anak ini harus berkeliling bazar yang memang disediakan panitia selama Konferwil NU Jatim berlangsung. “Setelah menemukan yang cocok, baru acara tawar menawar dimulai,” ungkapnya.

Barang yang paling diburu adalah kaos khas Konferwil. “Alhamdulillah, di arena bazaar ada beberapa stan yang menyediakan kaos edisi khusus tersebut,” katanya dengan sumringah. 

Demikian pula dengan gantungan kunci serta bros yang bertuliskan Konferwil. “Kalau itu barang wajib dan harus membeli dalam jumlah banyak,” akunya. Sejumlah pernak-pernik itu akan diberikan kepada beberapa anggota keluarganya.

Berbeda dengan Ahmad Cholili yang lebih memilih mencari makanan khas Kediri. “Yang jelas, mesti beli tahu takwa saat pulang,” kata bapak asal Sumenep yang pagi itu harus pergi ke sekitar Jalan Yos Sudarso, Pakelan Kota Kediri. 

Seperti diketahui, tahu takwa adalah khas Kediri dan memiliki keunikan dengan warna khas kuning keemasan. Kalau digigit rasanya kenyal dengan tekstur yang padat. Walaupun namanya tahu takwa, bukan berarti diidentikan dengan dengan kota santri karena keberadaan puluhan pesantren di kota ini.

“Nama tahu takwa hanya sebuah istilah lokal saja untuk membedakan nama tahun kuning dengan tahu putih,” kata Ratna, pelayan di salah satu toko di daerah tersebut. Ada juga yang berspekulasi, istilah takwa berasal dari cara etnis Tiongkok yang menyebut Tauhu-wa, sementara pada telinga orang Jawa terdengar sebagai takwa, lanjutnya.

Guru di salah satu madrasah di Sumenep ini mengatakan bahwa tahu takwa merupakan barang istimewa. “Jarang ada di Sumenep, kalau boleh mengatakan nyaris tidak ditemukan,” ungkapnya.
Karena itu, sebelum pulang, sudah memastikan tahu tersebut telah masuk di bagasi mobil, lanjutnya.

Terlepas dari itu semua, keberadaan bazar menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta. Apalagi Konferwil hanya berlangsung dua hari (28-29/7), jadi tidak cukup waktu untuk berburu buah tangan. “Juga sebagai sarana refreshing setelah mengikuti sidang yang cukup padat,” kata peserta lain, Ustadz Maulana. 

Pantau NU Online, sebelum bazar dibuka secara resmi, para santri dan warga sekitar, serta peserta Konferwil silih berganti memadari arena. Lokasinya yang bersebelahan dengan Aula Muktamar, tempat pembukaan dan sidang pleno, memudahkan mereka berkunjung dan berburu buah tangan. (Ade Nurwahyudi/Ibnu Nawawi)