Daerah

Inilah Kepanjangan Sebutan Kata Santri

Jum, 20 Mei 2016 | 19:04 WIB

Jepara, NU Online
Kata "santri" berasal dari lima huruf arab. Lima huruf arab tersebut didefinisikan oleh KH Hasyim saat memberikan mauidhoh dalam Haflah Akhiris Sanah dan Harlah Az Zahra XI berlangsung di halaman pesantren Az-Zahra Desa Sekuro Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Kamis (19/5) siang.

Santri berasal dari huruf sin, salik fil ibadah. Menurut kiai yang berasal dari Desa Wonorejo itu artinya jalur beribadahnya harus lurus. Dalam hal ini ia menekankan orang tua harus memberikan contoh yang baik untuk keluarganya. Sebab ia sangat prihatin dengan kondisi anak zaman sekarang yang susah diatur sehingga ibadah yang tekun harus diperkuat.

Kedua, na'ibun anis syuyukh. Santri, kata dia, harus mulai menata hati dan bercita-cita untuk meneruskan perjuangan para sesepuh. Santri harus menjadikan waktu adalah ilmu sehingga tidak ada waktu yang tersisa kecuali untuk menuntut ilmu.

Setelah nun, huruf ketiga ialah ta’. Ta'ibun anid dzunub. “Tobat dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan,” lanjut Hasyim.

Raghibun fil khairat. Senang dengan hal-hal yang positif. “Jika ada kesempatan untuk mengaji luangkan waktu untuk mengikutinya.”

Yang terakhir, yakin ala man an’amallahu ma’ah. Menjadi santri, tegas dia, harus yakin jika Allah sudah memberikan jatah rizki tetapi wajib dibarengi dengan usaha.

Senada dengan Kiai Hasyim definisi santri juga dikemukakan oleh KH Mukhlisin. Menurut pengurus Yayasan Az-Zahra Sekuro, pertama, sitrul aurat, menutup aurat. Menutup aurat harus lahir bathin.

Anggota DPR RI ini prihatin atas kasus kejahatan seksual yang merajalela. Apalagi dengan kabar yang menimpa gadis perempuan yang diperkosa oleh banyak orang.

Berikutnya, nun, naha anil munkar. Mencegah kemunkaran. Sumber dari segala sumber kejahatan ialah miras. Karenanya khamr itu disebut dengan ummul khobaits (induk kejahatan).

Ketiga, taufiq. Santri harus kuat untuk menjaga dirinya. Keempat, ra’isul ummah. Ke depan santri adalah calon-calon pemimpin bangsa. “Untuk itu harus dipersiapkan sejak sekarang,” harap Mukhlisin.

Untuk yang pamungkas, ya’kulu qalil, saat masih santri harus tirakat. Sedikit makannya tidak berlebihan.

Hal yang sama disampaikan, Mukhlisin, wali murid dari M Ilzam Kholid. Menurut perwakilan wali itu santri itu sanggup nerusaken tuntunan rasul illahi (siap meneruskan tuntunan rasul illahi).

Dalam kesempatan itu, dirinya mengingatkan usai lulus dari SMP, SMK dan pesantren santri tidak boleh melupakan guru. “Karena tidak ada mantan guru,” pungkas Mukhlisin.

Kegiatan yang berlangsung setengah hari dimeriahkan paduan suara, tari, silat, drama serta gerak dan lagu. Tahun ini SMP Az-Zahra mewisuda 24 santri dan SMK sejumlah 54 dari jurusan Otomotif, Multimedia dan Broadcasting. (Syaiful Mustaqim/Alhafiz K)