Warta Dari Sidang Bahtsul Masail Munas NU

Hukum Infotainment dan Trafficking Diselesaikan 2 Minggu

Sen, 31 Juli 2006 | 13:44 WIB

Surabaya, NU Online
Beberapa permasalahan hukum fikih yang tidak selesai dibahas dalam bahstul masail diniyah waqiiyah munas NU harus diselesaikan maksimal dua minggu. Dua materi yang paling penting adalah masalah infotainment dan trafficking.

Demikian kesimpulan rapat komisi bahstul masail diniyah waqiiyyah yang berlangsung di Asrama Haji Sukolilo Minggu sore. Hanya 5 masalah yang berhasil diputuskan oleh sidang komisi dari 11 masalah yang ada. Hal ini diakibatkan oleh panjangnya diskusi atas masing-masing persoalan.

<>

Infotainment dianggap penting karena keputusan ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat setelah maraknya tayangan ini di berbagai TV. Dalam draft awal yang disampaikan kepada peserta sidang komisi, infotainment dianggap haram karena banyak mengandung ghibah dan bahkan terkadang mengarah kepada upaya penyebar fitnah. Namun biasanya, forum tersebut diwarnai dengan diskusi yang panjang dengan mengacu pada berbagai kitab kuning yang memang menjadi keahlian para kiai.

Walaupun belum menjadi keputusan organisasi, sejumlah kiai NU seperti KH Said Aqil Siradj dan KH Ma'ruf Amin yang banyak didengan pendapatnya juga telah menyatakan bahwa tayangan infotainment ini haram.

Sementara itu untuk masalah trafficking atau perdagangan manusia, Ketua Umum PP Fatayat NU Maria Ulfa Anshor meminta dengan sangat agar ada kejelasan hukum yang sangat penting untuk sosialisasi gerakan anti trafficking yang dilakukan oleh Fatayat di berbagai daerah.

Beberapa masalah lain yang harus diselesaikan adalah hukumnya kuis berhadiah. Persoalan yang dikemukakan adalah mahalnya ongkos yang dikeluarkan untuk setiap SMS yang harus dikirimkan ke operator. Mungkinkan hal tersebut dapat dikategorikan sebagai taruhan yang berarti termasuk judi yang sudah jelas-jelas haram hukumnya.

Persoalan lain yang menarik dan belum terselesaikan adalah face off atau merubah bentuk wajah. Teknologi kedokteran telah memungkinkan bentuk wajah yang rusak. Masalah yang dikemukakan adalah apakah ini bagian dari tahsin atau memperindah yang dibolehkan atau taghyir atau merubah ciptaan Allah.

Selanjutnya masalah bersumpah dengan kalimat terjemahan “Demi Allah“ yang biasanya dilakukan untuk sumpah jabatan juga diusulkan untuk dibahas. Secara maknawi maksud yang dikemukakan sama, tetapi secara lafdhi bukan menjadi hakikat kalimat qosam (sumpah). Ini membawa konsekuensi hukum.

Batasan Aurat dan Porno yang belakangan ini marak setelah diusulkannya draft UU Anti Pornografi dan Pornoaksi mungkin juga akan dibahas. Sayangnya terdapat kesalahan teknis karena dimasukkan dalam draft materi bahstul masail maudluiyyah atau masalah-masalah konseptual. Pertanyaan yang mengemuka adalah batasan porno, apakah criteria porno sama dengan aurat dalam pandangan Islam dan bagaimana penerapan batasan porno bagi masyarakat non muslim seperti di Indonesia.

Munas kali ini telah menghasilkan perubahan sistem pelaporan.  Dalam sistem pengambilan keputusan sebelumnya, keputusan yang dibuat langsung merujuk pada kitab kuning yang membahas masalah yang berkaitan. Namun dalam sistem pelaporan yang baru, urutan pertama adalah berupa dalil Al Qur’an, Hadist, baru rujukan dari kitab kuning. (mkf)