Warta

Digelar Lomba Baca Kitab Kuning Antar Ponpes Se Indonesia

Rab, 1 September 2004 | 01:26 WIB

Jakarta, NU Online
Penguasaan Bahasa Arab oleh para santri di pondok pesantren untuk menggali khasanah intelektual Islam mutlak diperlukan. Sebab mayoritas keilmuan Islam masa lalu ditulis dalam bahasa Arab.

Demikian diungkapkan Dirjen Kelembagaan Agama Islam (Bagais) Qodri Azizy kepada wartawan di Jakarta,  Selasa (31/8) berkaitan dengan akan dilaksanakannya musabaqoh qiroatil kutub (lomba membaca kitab kuning) antarpondok pesantren se-Indonesia yang pertama di pondok pesantren Al Falah Bandung, 8-10 September mendatang.

<>

"Untuk memahami khasanah intelektual masa silam yang dikonstekstualkan dengan kondisi saat ini, maka dibutuhkan kemampuan untuk mengusai bahasa Arab.

Penguasaan ini bukan hanya pada tata bahasanya, tetapi juga menerjemahkan sehingga bisa memahami isi kitab kuning yang bacanya," papar Qodri.

Menurutnya, saat ini santri yang benar-benar tafaquhufiddin (menekuni ilmu-ilmu keagamaan) di pondok pesnatren paling banyak lima persen saja.

Mayoritas santri saat ini lebih terfokus untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum.
Sementara pelajaran dan penguasaan  Bahasa Arab sangat minim. Untuk meningkatkan kembali penguasaan bahasa Arab, maka Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren (PK Pontren) Depag akan mengadakan lomba baca kitab kuning (musabaqoh qiroatil kutub) di pondok pesantren Al Falah Bandung, 8-10 September mendatang," kata Qodri.

Dengan musabaqoh ini, sambungnya, kita berharap kecintaan santri pada bahasa Arab meningkat. Sebab, akhir-akhir ini hanya pondok pesantren salafiyah yang benar-benar mengajarkan kitab kuning yang berbahasa
Arab tanpa harakat. Dengan demikian, kecintaan santri pada bahasa Arab dan kitab kuning tidak hanya terjadi di pondok pesantren salafiyah, tetapi juga pondok pesantren modern yang menggabungkan pendidikan Islam dan pendidikan umum.

"Saat ini para santri harus diberi stimulasi dan motivasi untuk lebih meningkatkan kualitas penguasaan bahasa Arab dan kitab kuning. Sehingga khasanah intelektual Islam yang terkandung di dalamnya dalam dapat dipahami," ujarnya.

Mantan rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah ini menambahkan, banyak orang yang berkemampuan bahasa Arab baik, seperti bisa membaca koran bahasa Arab, tetapi ketika disodorkan kitab kuning banyak yang tidak bisa membacanya. Sebab, kitab kuning memiliki keunikan tersendiri.
"Sebenarnya, banyak kitab kuning yang tidak dikarang oleh orang Arab. Artinya, banyak orang muslim non-arab yang menuangkan keilmuannya melaui kitab kuning. Jadi asumsi masyarakat semua kitab kuning dikarang oleh orang Arab, tidak sepenuhnya benar. Banyak ahli agama Indonesia, India dan beberapa negara Islam lainnya  yang mengarang melalui bahasa Arab," paparnya.

Sementara Direktur PK Pontren Amin Haedari menambahkan, bahwa salah satu ciri pesantren adalah mempelajari kitab kuning yang merupakan sumber pengetahuan Islam. Pesantren sebagai institusi yang memelihara tradisi keilmuan Islam sudah sewajarnya jika para santrinya mempelajari dan menguasai kitab kuning.

"Seorang santri tidak mungkin bisa membaca, memahami, dan mengusai kitab kuning jika tidak bisa menguasai bahasa Arab," tegas Amin.

Musabaqoh qiroatul kutub ini, selanya, hanyalah salah satu media dan momentum untuk menanamkan kecintaan para santri kepada bahasa Arab dan kitab kuning.

Di sisi lain, Amin tidak menafikan jika suatu saat lomba baca kitab kuning ini akan disatukan dengan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ). Maksudnya, suatu saat ada lomba pemahaman Alquran di MTQ yang berbahasa Arab atau menafsirkan melalui kitab kuning.

"Semua ini tergantung pada para pendamping para santri dalam perlombaaan. Jika mereka sepakat untuk digabungkan dengan MTQ akan lebih baik. Dengan begitu, penyelenggaraannya akan berkesinambungan dan konsisten," kata Amin.(mkf)


Â