Risalah Redaksi

Minyak sebagai Modal Membangun Peradaban

Rab, 21 November 2007 | 08:16 WIB

Usulan ketua PBNU KH Said Agil Siradj agar negar-negara Islam menggunakan minyak sebagai senjata untuk melawan hegemoni Barat sebagaimana dilansir dalam situs ini sangat menarik untuk dicermati. Dari sekian banyak negara penghasil minyak yang bergabung dalam OPEC yang berkumpul di Saudi Arabia minggu ini memang terdiri dari negara Islam. Namun dengan sumber alam yang melimpah itu nyaris negara-negara Islam yang ada termasuk Indonesia belum mampu meningkatkan kemampuan ekonominya, dengan demikian belum mampu meningkatkan bidang pendidikan, kesehatan maupun kesejahteraan yang lain.

Lebih ironis lagi di tengah kenaikan harga minyak dunia saat ini justeru negara Islam penghasil minyak semestinya menikmati keuntungan malah tertimpa harga yang tinggi, sehingga semakin menderita. Memang OPEC yang dulu perkasa pernah menggemparkan dunia di tahun 1970-an di bawah kepemimpinan Raja Faishal yang kharismatik dari Saudi Arabia itu bisa mengendalikan produksi dan harga minyak. Tetapi setelah itu minyak dikuasai oleh raja minyak yang terdiri dari para kapitalis, sehingga OPEC tidak lagi memiliki kekuatan.

<>

Tetapi bukan berarti kekuatan minyak selesai ketika seluruhnya telah diambil perusahaan minyak Barat. Contohnya Venezuela salah satu negara anggota OPEC yang berhasil menggunakan minyak sebagai sarana pembangunan rakyat dan sekaligus untuk membebaskan negara Amerika Latin lainnya dari cengkeraman kapitalisme Barat. Negeri selatan itu disumbang dengan harga minyak murah serta abantuan ekonomi serta budaya lainnya, sehingga sama-sama sejahtera, bebas dan bermartabat.

Iran sebagai negara yang bebas, terbukti mampu menggunakan kekayaan minyaknya untuk membangun negerinya dengan mengembangkan pendidikan, kesehatan, dan pengembangan teknologi tinggi. Negeri itu sejajar dengan negara lainnya ketika sumber minyak dikelola sendiri, bukan diijonkan pada perusahaan multinasional yang hanya bisa mengeksploitasi tetapi tidak memberikan jatah pada negara dan rakyat setempat. Banyak negeri Islam menjadi Miskin justeru di tengah limpahan sumber minyak, seperti Indonesia Nigeria dan lainnya.

Di tengah melambungnya harga minyak ini justeru Indonesia tercekik, bukan malah untung karena rakyat harus mengimpor minyak dari kaum kapitalis asing yang menguasasi sumber minyak. Hampir seluruh sumber minyak kita dieksploitasi oleh asing, hanya sedikit dari Pertamina, dan Pertamina pun sudah penuh dengan tangan swasta, sehingga mengabdi sepenuhnya pada perdagangan bukan pelayanan pada rakyat dan negara. Hal yang menganehkan, Indonesia sebagai negara penghasil minyak besar, tetapi jatuh dalam kemiskinan dan terbeban hutang yang tak terbayarkan.

Sumber minyak yang ada tidak bisa digunakan untuk kepentingan rakyat, tetapi dihisap oleh perusahaan minyak asing. Minyak tidak bisa digunakan untuk menyejahterakan rakyat, apalagi bisa digunakan sebagai senjata melawan hegemoni Barat, sebagaimana disarankan Kiai Said Agil. Ini karena minyak negara ini dikuasasi oleh perusahaan asing seperti zaman penjajahan, dan Pertamina sendiri dikuasasi oleh swasta yang ada di dalamnya.

Kalau hendak mengguanakan minyak sebagai sarana perlawanan hegemoni, maka sumber minyak harus dikelola sendiri. Tentu ini bisa sebab Indonesia memiliki banyak sekali tenaga yang sangat ahli, dan punya modal untuk membiayai. Yang diperlukan tinggal kemauan dan keberanian politik seperti dulu yang pernah dilakukan Bung Karno ketika menasionalisasi perusahaan asing yang merugikan rakyat. Di zaman sekarang ini tokoh besar seperti Chaves di Venezuela dan Morales di Bolivia bisa melakukan hal sama dengan segala resiko, tetapi akhirnya berhasil. Dan dengan minyak di tangan bangsa sendiri, hasilnya bisa digunakan untuk membangun negara, bahkan bisa disumbangkan untuk membangun negara tetangga yang membutuhkan.

Kebanggaan dan kepercayaan diri sebagai bangsa harus ditumbuhkan agar bangsa ini berani mengambil sikap. Tanpa keberanian mengambil sikap negeri ini akan menjadi negeri jajahan yang menanggung banyak hutang. Karena itu perlu dipilih pemimpin yang independen bukan komprador yang mewakili negara lain, bukan membela rakyat sendiri. Bila hal itu dilakukan, hasil minyak negeri sendiri bisa digunakan sebesar besarnya untuk kemaslahatan umat, membangun pendidikan, sarana kesehatan, memperkuat sistem pertahanan dan membangun peradaban yang tinggi.

Memang untuk membangun peradaban membutuhkan dana, tetapi lebih dari itu sangat membutuhkan kreativitas dan kemandirian. Di situlah dana bisa digunakan untuk memperkuat kemandirian agar bangsa ini kreatif, bertindak sesuai dengan kehendak dan tujuan sendiri. (Abdul Mun’im DZ)