Nasional

Pro Kontra Buku Sastra Bermuatan Kekerasan, KPAI Sebut Kemendikbud Janji Perbaiki

Sab, 1 Juni 2024 | 10:05 WIB

Pro Kontra Buku Sastra Bermuatan Kekerasan, KPAI Sebut Kemendikbud Janji Perbaiki

KPAI menggelar dialog pro kontra buku sastra bermuatan kekerasan dalam kurikulum bersama Kemendikbudristek, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) di kantor KPAI, Jumat (31/5/2024) (Foto: Dok KPAI)

Jakarta, NU Online
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Klaster Pendidikan Aris Adi Leksono menyatakan bahwa KPAI telah meminta klarifikasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) ihwal dugaan karya sastra yang bermuatan kekerasan.


"KPAI telah menerima pengaduan masyarakat serta pro kontra publik terkait dugaan karya sastra bermuatan kekerasan yang dianggap tidak ramah anak dan telah direkomendasikan masuk kurikulum," kata Aris dalam keterangan tertulis kepada NU Online, Jumat (31/5/2024).


Pembahasan ini, lanjut Aris, telah melibatkan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), guna mendapatkan gambaran perspektif psikologi terkait karya sastra yang layak dibaca anak sesuai usia perkembangannya, serta pengaruh hasil baca yang tidak komprehensif terhadap perilaku anak pada kehidupan yang nyata.


"KPAI berpandangan bahwa sebagaimana amanah Konvensi Hak Anak, serta UU Perlindungan Anak, bahwa setiap anak berhak mendapatkan informasi yang bermanfaat dan dipahami anak," ujar Aris.


Selain itu, menurut Aris anak juga wajib mendapatkan perlindungan pada satuan pendidikan, salah satunya dalam bentuk mendapatkan sumber belajar yang ramah yakni tidak mengandung unsur kekerasan fisik, psikis, seksual, intoleransi, serta diskriminasi.


KPAI menegaskan bahwa dalam UU Nomor 3 tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan telah diatur syarat isi buku; tidak bertentangan dengan Pancasila, tidak diskriminatif, tidak mengandung unsur pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian. kPAI merekomendasikan agar buku sastra harus memenuhi syarat isi tersebut.


"Di antara yang harus diperhatikan prinsip dasar perlindungan anak; nondiskriminasi, mementingkan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta penghargaan terhadap pendapat anak," ujarnya.


KPAI juga meminta Kemendikbud setiap kali proses kurasi, review, uji keterbacaan serta uji publik harus melibatkan anak sebagai pihak pengguna buku tersebut.


Kepala Pusat Perbukuan Supriyanto menjelaskan bahwa Kemendikbudristek telah menyertakan buku panduan penggunaan rekomendasi buku sastra yang memuat panduan pengguna guru, pendampingan siswa, ringkasan isi 177 buku sastra, serta disclaimer/penafian isi buku yang mengandung kekerasan.


"Dalam proses pemilihan buku dan penyusunan panduan juga sudah melibatkan kurator dan reviewer yang memiliki kapasitas pada bidang sastra. Namun pihaknya mengakui masih ada kesalahan pada beberapa konten buku panduan tersebut," terang Supriyanto.


Selain itu pihaknya mengakui belum memperhatikan perspektif perlindungan anak, belum uji publik dengan melibatkan anak, serta melibatkan ahli psikologi, agamawan, dan perguruan tinggi dalam proses penyusunan dan penetapan rekomendasi buku sastra masuk kurikulum.


"Memperhatikan masukan para pihak, Kemendikbudristek memastikan akan menarik buku panduan serta akan mengkaji ulang buku sastra yang akan direkomendasikan masuk dalam kurikulum, dengan memperhatikan perspektif perlindungan anak," jelasnya.


Hasil rapat klarifikasi Kemendikbudristek bersama KPAI memberikan tiga rekomendasi sebagai berikut:


Pertama, memastikan buku sastra yang direkomendasi masuk pada kurikulum tidak bermuatan sara, kekerasan fisik/psikis, pornografi, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.


Kedua, dalam proses pemilihan buku sastra dan perbaikan buku panduan pengguna harus memperhatikan prinsip dasar perlindungan anak; nondiskriminasi, mementingkan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup atau kelangsungan hidup dan perkembangan anak serta penghargaan terhadap pendapat anak.


Ketiga, dalam proses pemilihan buku sastra dan perbaikan buku panduan pengguna akan melibatkan psikolog anak, agamawan, pemerhati anak, pakar pendidikan, ahli sastra, guru, serta forum anak.