Nasional

Permasalahan PPDB Bukan di Sistem Zonasi, Tapi soal Rebutan Kursi

Jum, 7 Juni 2024 | 14:00 WIB

Permasalahan PPDB Bukan di Sistem Zonasi, Tapi soal Rebutan Kursi

Ilustrasi sekolah. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti pelaksanaan penerima peserta didik baru atau PPDB 2024, karena dikhawatirkan permasalahan lama muncul kembali. Misalnya, sistem zonasi yang kerap menjadi sorotan masyarakat.


Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengungkap permasalahan PPDB sebenarnya bukan dari sistem zonasi, tapi perebutan kursi.


"Zonasi ini sistem yang bagus untuk pemerataan akses dan juga mutu. Nah, yang jadi masalah sesungguhnya adalah, sistem rebutan kursi," ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (6/6/2024).


Ubaid menyebut permasalahan itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021. Namun, ia berharap pemerintah dapat merevisinya.


"Mestinya sistem ini harus sudah direvisi. Ironisnya hingga kini masih belum ada perubahan. JPPI sangat menyayangkan kejadian ini terulang di tahun ini dan ketidakadilan terus dibiarkan melenggang," ungkapnya.

 

Sebabkan anak putus sekolah

Ubaid mencontohkan kasus di Jakarta yang menyediakan kursi hanya sekitar 4 persen dari total kebutuhan. Menurutnya, sistem ini gagal menciptakan keadilan sebab berpotensi akan menelantarkan sejumlah 161.797 anak Jakarta karena terlempar dari sistem rebutan kursi.


"Jakarta hanyalah sebuah contoh kasus. Di daerah dan provinsi lain pun sama, ada banyak anggaran pendidikan yang dikelola secara tidak efektif dan hanya untuk kegiatan yang tidak jelas dampaknya. Lebih baik digunakan untuk pembiayaan pendidikan bebas biaya," terang Ubaid.


Ubaid mengungkapkan, untuk menghindari fenomena putus sekolah akibat daya tampung yang minim, JPPI mengusulkan DPRD untuk penambahan kuota afirmasi sebanyak 50 persen dan memperbaiki sistem Kartu Jakarta Pintar (KJP) supaya tepat sasaran.


"Menurut saya, ini usaha yang sia-sia dan buang-buang anggaran saja, atau jangan-jangan ada muatan politis untuk bagi-bagi KJP jalur afirmasi jatah dewan di Dapil. Jangan sampai itu terjadi," kata Ubaid. 


Supaya masalah tidak berlarut, JPPI menyarankan agar anggaran Kartu Jakarta Pintar (KJP) diperuntukkan pembiayaan sekolah bebas biaya di Jakarta, baik negeri maupun swasta. Di tahun 2024, APBD untuk KJP di Jakarta angkanya ada di kisaran Rp4 triliun rupiah. 


"Berarti dengan jumlah angka 4 triliun itu, menurut perhitungan JPPI, sudah sangat cukup untuk membiayai pendidikan bebas biaya di semua jenjang, baik negeri maupun swasta di Jakarta,” tandas Ubaid.