Nasional

Perilaku Ghosob di Pesantren Harus Dibenahi karena Bisa Lahirkan Mental Korup

Kam, 25 Agustus 2022 | 12:00 WIB

Perilaku Ghosob di Pesantren Harus Dibenahi karena Bisa Lahirkan Mental Korup

Pengurus LBM PBNU, Muhammad Idris Masudi. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Ghosob merupakan tindakan menggunakan barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya. Penggunaan barang tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi kepemilikan tetap, hanya untuk memenuhi keperluan sesaat. 


Meski hanya sesaat, perilaku ghosob tetap tidak dibenarkan secara hukum lantaran bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan di pondok pesantren. Lebih dari itu, perilaku ghosob bisa melahirkan mental korup.


Hal itu ditegaskan oleh Pengurus Lembaga Bahtsul Masa’il Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Muhammad Idris Masudi, kepada NU Online, Kamis (25/8/2022).


“Saya kira persoalan ghosob ini merupakan persoalan yang klasik di pesantren, tidak bisa ditutup-tutupi dan harus segera dibenahi,” katanya.


Persoalan ghosob bagi sebagian orang mungkin terbilang sepele, namun bagi Idris persoalan ini serius dan berdampak buruk bila terus-menerus dinormalisasi. 


“Meski sering dianggap sepele oleh beberapa oknum santri, tapi pada dasarnya implikasi yang cukup besar nanti, di kemudian hari,” terang Wakil Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU (2015-2020) itu.


Ia menilai bahwa pemahaman soal ghosob perlu diluruskan. Karena dalam ghosob, orang yang mengambil sejak awal punya tujuan untuk menguasai barang itu secara utuh tanpa ada keinginan untuk mengembalikannya.


“Kalau orang terbiasa meng-ghosob akan terbiasa menyepelekan sesuatu. Misalnya menganggap barang milik orang lain itu sebagai milik bersama,” ungkap Idris.


“Bahkan di pesantren itu ada jargon ‘ulima ridhahu, karena menganggap perilaku ghosob itu sepele. Dan menganggap pemiliknya pasti akan ridha,” sambung dia. 


Padahal, lanjut dia, memakai barang tanpa seizin pemiliknya, terhitung tindakan zalim. Oleh karena itu, pesantren harus punya peraturan yang ketat bagi para santrinya agar tidak meneruskan kebiasaan meng-ghosob itu. 


“Dalam konteks santri meng-ghosob itu perlu dibuatkan aturan tegas oleh pesantren,” jelas aktivis antikorupsi itu.


Selain itu, tambah dia, upaya menanggulangi fenomena ghosob di lingkungan pesantren di antaranya dapat dilakukan dengan cara mengubah kesadaran santri untuk tidak meng-ghosob, memberikan sosok teladan untuk tidak berbuat ghosob, dan mempertegas kedisiplinan. 


“Seharusnya anak santri bisa mengaplikasikan apa yang ia dapat dari pondok dalam kehidupan kesehariannya dan sadar terhadap langkah yang akan ia ambil,” ungkap Idris.


Pewarta: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad