Nasional

Ngaji Budaya Abad Ke-2, Gus Yahya Ajak Warga NU Teladani Nilai Konsistensi NU

Jum, 17 Maret 2023 | 09:30 WIB

Ngaji Budaya Abad Ke-2, Gus Yahya Ajak Warga NU Teladani Nilai Konsistensi NU

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya mengajak para Nahdliyin (warga NU) untuk dapat memahami dan meneladani nila-nilai konsistensi yang diterapkan NU, hingga abad ke-2 ini.


Hal itu, Gus Yahya sampaikan pada kegiatan Ngaji Budaya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Rabu (15/2/2023).


Ia menilai bahwa konsistensi yang dibangun para ulama NU merupakan benang merah yang membuat NU hingga kini eksis di tengah masyarakat. 


“Jadi apa sebetulnya yang konsisten karena sebetulnya dalam pandangan ulama sendiri walaupun hukum itu bisa berubah karena perubahan ilat, tapi ada nilai yang konsisten. Ini yang perlu kita pahami” kata Gus Yahya. 


Kiai kelahiran Rembang ini, kemudian menjelaskan bahwa nilai konsisten yang dapat diteladani dari NU, yakni tetap menempatkan ulama dalam setiap maqam kepemimpinan. 


Walaupun realitas NU seringkali berubah-ubah. Misalnya, yang tadinya sangat eksklusif, untuk kalangan para kiai dan santri. Kini, NU lebih bersifat inklusif sehingga dapat merangkul semua golongan. 


“Kalau dulu orang NU tempatnya di langgar-langgar dan pesantren  sekarang terminal-terminal itu penuh dengan orang NU, pasar-pasar penuh dengan orang NU, karena begitu luasnya konstituensi NU,” jelas dia. 


“Tapi ada satu yang konsisten di dalam semua keadaan itu ulama tetap ditempatkan dalam maqam kepemiminan,” sambungnya. 


Hal itu, menurutnya, tidak jauh beda dengan sepak terjang NU di dunia politik. Dalam perjalanannya, walaupun NU pernah jadi partai politik dan atau lainnya, tapi NU tetap konsisten mendudukkan ulama dalam posisi kepemimpinan peradaban.


“Seperti ketika Bung Karno mengeluarkan dekrit 1959, NU mendukung Bung Karno karena nurut sama ulama. Lalu, ketika reformasi menggelora NU juga mendukung itu karena nurut sama ulama. Ini NU tidak berubah sampai sekarang. Ulama selalu didudukkan dalam posisi kepemimpinan peradaban,” ujar Gus Yahya. 


Gus Yahya menambahkan, jika diperhatikan sejak awal, NU ini didirikan karena ghirah, pemahaman dan kesadaran para ulama tentang berakhirnya suatu era peradaban dalam sejarah Islam sesudah perang dunia pertama. 


Kemudian ghirah itu menjadi bekal untuk merintis peradaban yang baru di bawah kepemimpinan ulama setelah berabad-abad sejak pertengahan periode Umayyah, peradaban Islam itu dipimpin oleh politisi dan pemimpin militer.


“Jadi, kalau sebelumnya sekian lama dinamika peradaban Islam dikendalikan dan dipimpin oleh politisi-politisi dan pemimpin militer, para muassis NU pada waktu itu berpikir untuk merintis sesuatu bagi peradaban masa depan di bawah kepemimpinan ulama,” jelas dia. 


“Itu sebabnya sejak awal standar ulama ini sangat dipentingkan, dan kalau dilihat sampai sekarang benang hijau NU ini bahwa ulama adalah pemimpin terdepan dari perjuangan. Ini yang tidak pernah lewat,” tandas Gus Yahya. 


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin