Nasional

Menukar Uang Baru Jelang Lebaran, Bagaimana Hukumnya?

Sel, 4 April 2023 | 14:00 WIB

Menukar Uang Baru Jelang Lebaran, Bagaimana Hukumnya?

Ilustrasi menukar uang. (Foto: NU Online/Freepik).

Jakarta, NU Online
Menjelang lebaran, biasanya muncul penyedia jasa penukaran uang di tepi jalan. Keberadaannya  cukup membantu masyarakat yang membutuhkan jasa mereka.

 

Sayangnya, masalah penukaran uang ini cukup pelik. Sebab, bagi sebagian orang praktik jasa penukaran uang ini dianggap menormalisasikan praktik riba yang dinilai lebih berat dosanya daripada zina, sehingga keberaadannya tak pelak menuai polemik di masyarakat.

 

Lantas, bagaimana hukumnya menukar uang dengan uang baru menjelang lebaran?

 

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan dalam artikel berjudul ‘Hukum Menukar Uang Saat Lebaran’ menjelaskan, jika yang dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma'qud 'alaih) adalah uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu jelas haram karena praktik ini terbilang kategori riba.

 

“Tetapi kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma'qud 'alaih) adalah jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah menurut syariat karena praktik ini terbilang kategori ijarah (sewa),” kata dia.

 

Ijarah yang dimaksud adalah sejenis dengan jual beli sehingga tidak termasuk kategori riba. Hal itu merujuk pada keterangan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib, cetakan pertama, halaman 123.

 

‎والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل 

 

Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas).

 

Pendapat lain disampaikan oleh Zainal Arifin, salah seorang pengajar di Madrasah Diniyah Salafiyah Al-Ma'arif Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil Demangan Barat Bangkalan. Ia menjelaskan, titik permasalahan dalam konteks penukaran uang ini terletak pada menyamakan uang kertas dengan emas dan perak atau tidak menyamakannya sehingga hal itu menjadi poin ada dan tidaknya hukum riba dalam uang kertas.

 

Dalam tulisannya berjudul ‘Pandangan Sejumlah Ulama Terkait Hukum Menukar Uang Baru’, ia menyadur beberapa pandangan ulama untuk memperkuat pandangannya.

 

1. Boleh, menurut ulama madzhab Syafii, Hanafi dan pendapat yang dalam madzhab Hanbali dengan syarat dilakukan secara kontan bukan secara utang.

 

2. Tidak boleh, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki dan sebagian riwayat dalam madzhab Hanbali.

 

Sebagai saran, jika memang harus menggunakan jasa pertukaran uang, maka harus diniatkan praktik tersebut sebagai akad ijarah. Sehingga, kelebihan uang yang diberikan bukan termasuk riba, melainkan sebagai bentuk upah atas jasa yang telah diberikan pemilik jasa pertukaran uang tersebut.

 

Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi