Nasional MQKN 2023

Lalaran Alfiyyah Diiringi Beatbox, Bentuk Rekontekstualisasi Turats

Kam, 13 Juli 2023 | 17:00 WIB

Lalaran Alfiyyah Diiringi Beatbox, Bentuk Rekontekstualisasi Turats

Kafilah DKI Jakarta saat melantunkan Alfiyah Ibnu Malik dengan beatbox pada Majelis Lalaran Ekshibisi MQKN 2023 di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamingan, Jawa Timur, Kamis (13/7/2023). (Foto: NU Online/Malik)

Lamongan, NU Online

Seorang santri perempuan menampilkan pertunjukan beatbox. Mulutnya menjelma menjadi alat musik yang terdengar begitu asik. Tak ayal, panggung Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) 2023 pada majelis ekshibisi ini ramai oleh penonton. Mereka seolah tak ingin ketinggalan untuk menikmati penampilan yang jarang ditemui di pesantren tempat mereka menempuh studi. Kursi-kursi penonton pun penuh. Bukan hanya ramai oleh peserta yang mengikuti Lalaran Nazam, tetapi juga peserta lomba lain yang ikut mendukung teman-temannya yang ikut Lalaran Nazam tersebut, termasuk santri Pondok Pesantren Sunan Drajat.


Tentu bukan sekadar beatbox an sich yang mereka tampilkan. Gerak mulut yang menghasilkan irama tertentu itu dilakukan dalam rangka mengiringi lantunan syair-syair kitab yang mengandung pengetahuan gramatika bahasa Arab. Ada dua kitab yang diperlombakan dalam MQKN 2023 pada majelis ini, yakni kitab al-Amtsilah al-Tashrifiyyah karya KH Ma’shum Ali untuk tingkat menengah (wustha) dan kitab Alfiyyah ibnu Malik (Alfiyah) karya Syekh Muhammad ibnu Malik al-Andalusi untuk tinggi atas (ulya).


Adalah Nia Permatasari, santri yang mempertontonkan beatbox itu. Dara 18 tahun itu mengaku baru tiga pekan belajar mengolah gerak-gerik mulut sebagai pengiring pertunjukan lalaran rekan-rekannya sebelum tampil pada ajang MQKN 2023.


“Belajarnya nggak lama-lama banget, tetapi setiap hari kita latihan terus mulutnya kayak beatbox, tiga mingguan,” ujar santri Pondok Pesantren Hasbiallah, DKI Jakarta itu di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Kamis (13/7/2023)


Pilihan untuk tampil melantunkan nazam dengan iringan beatbox ini  merupakan saran dari kakak kelasnya. Meskipun deg-degan, ia berharap dapat membawa kafilah DKI Jakarta berhasil menjadi terbaik di ajang tiga tahunan itu.


Nia tak sendirian tampil di atas panggung itu. Ia ditemani empat rekannya lainnya yang menabuh ember, botol sirup yang masih berisi penuh, dan markis. Mereka tak sekadar menabuh alat musiknya, tetapi juga turut serta melantunkan nazam-nazam Alfiyah.


Sebagaimana diketahui, majelis ekshibisi ini diikuti oleh tim yang berjumlah minimal 3 santri dan maksimal 5 santri (putra/putri/campuran). Waktu tampil Lalaran Nazam maksimal 5 menit untuk masing-masing kelompok. Majelis ini dinilai oleh tiga orang dewan hakim yang ahli di bidang kesenina, yaitu Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Jadul Maula, Seniman Zastrouw Al-Ngatawi, dan Budaywan Abdullah Wong.


Tim yang mengikuti Lalaran Nazam dipanggil sesuai dengan nomor undi, sebelum tampil diberi waktu untuk mempersiapkan alat musik selesai. Sebelum meninggalkan panggung, masing-masing dewan juri secara bergiliran memberikan komentar yang membangun. Zastrouw, misalnya, berkomentar mengenai vokal, pembukaan, dan koreografi.


“Jadi pegang mik, pede saja, ekspresinya harus fun, enjoy, seru, gitu. Jadi, jangan kayak tertekan. Karena memang lalaran itu dibikin fun, supaya ilmu alat/nahwu yang berat menjadi ringan, gampang dipahami, gampang diterima, maka masuk melalui lalaran,” ujarnya


Lalaran tampilkan perasaan

Ketua Lesbumi PBNU KH Jadul Maula menyampaikan bahwa lomba Lalaran Nazam juga memiliki makna dan bernilai tinggi. Sebab, hal tersebut bukan hanya penalaran dan pemahaman saja yang ditampilkan, tetapi juga perasaan dan keindahan.


“Jadi ini yang dimunculkan lalaran itu keseimbangan antara hati, pikiran, dan perasaan. Keseimbangan antara gerak tubuh dengan suaranya, ada warna-warni, ada bentuk. Jadi ini lebih kompleks, dan dampak ke masyarakat luas, ini bisa menarik orang,” ujarnya.


Ia menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang dinilai pada Lalaran Nazam Alfiyah, yaitu (1) intonasi suara/vokal, (2) harmonisasi musik, dan (3) orisinalitas dan entitas langgam. “Dibebaskan untuk alat musiknya, dialog, pentas, koreografi. Lalaran ini cara atau metode mengajarkan ilmu  dengan kegembiraan, dengan kreativitas, jadi tampak jelas,” terangya.


Rekontekstualisasi turats pada seni

Sementara itu, Abdullah Wong mengatakan bahwa Lalaran Nazam MQKN 2023 merupakan kesempatan untuk santri mengemas sajian literasi dengan bermacam-macam ekspresi luar biasa.


“Malah saya mengimajinasikan, nazam, syair, dan lain sebagainya itu nggak berhenti di lalaran, bisa jadi tarian, drama. Sebuah drama pertunjukan tetapi kontennya amtsilati tashrifiyah, tentang fiil amar, itu kan menarik,” ujarnya. 


Senada, Zastrouw juga menyatakan bahwa Lalaran Nazam MQKN 2023 bisa menjadi sarana dialog kultural kebudayaan antara pesantren dengan komunitas luar pesantren.


“Ini kan temanya rekontekstualisasi turats, konkret rekontekstualisasi turats ya lalaran ini, turots-turotsnya apa? Ya kitab Amtsilati Tashrifiyah, Alfiyah Ibnu Malik. Itu turotsnya direkontekstualisasikan dalam bentuk untaian nada, dalam bentuk lagu, dalam bentuk komposisi-komposisi yang bisa menarik anak muda,” ujarnya.


Selain penampilan beatbox, ada juga tim yang menampilkan lalaran dengan iringan musik kolintang, bas hadroh, dan sebagainya. Bukaan sekadar musik, mereka juga mengiringi lalaran itu dengan varian koreografi dan lagu. Ada yang menggunakan irama lagu Soleram, Gundul-Gundul Pacul, hingga Bungong Jeumpa. Lalu ada juga yang melantunkannya dengan lagu pop seperti Meraih Bintang.


Sebagaimana diketahui, Salah satu tradisi unik dalam dunia pesantren adalah lalaran nazam, yaitu melantunkan bait-bait syair (nazam) yang mengandung pengetahuan tertentu secara bersama-sama disertai dengan irama lagu dan diiringi alat musik sederhana. Biasanya, para santri menggunakan ember yang biasa digunakan untuk mencuci baju, gayung yang biasa digunakan untuk mandi, sendok untuk makan, sikat gigi, dan alat sederhana lainnya. Tujuan lalaran syair-syair ini adalah agar mudah dalam menghafal bait-bait yang sedang dikaji.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman