Nasional BULAN BUDAYA NU

Jagat Imajinasi Tohari Dibangun dari Dongeng

Rab, 20 Maret 2013 | 00:03 WIB

Siapa tak kenal pengarang novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang masyhur itu? Novel yang diterjemahkan ke dalam belasan bahasa asing dan dipuji banyak orang. Pengarangnya tak lain yaitu Ahmad Tohari.
<>
Lalu, bagaimana Ahmad Tohari yang tinggal di pedesaan Banyumas itu bisa menjadi penulis terkenal? Kepada NU Online, ia bercerita.

Ahmada Tohari adalah cucu kesayangan kakeknya yang suka nonton wayang. Jika nonton atau mendengar wayang, di pagi hari ia akan menceritakannya kepada Tohari kecil.

“Kepada saya, ia bercerita dengan penuh kenikmatan. Saya tercekam dan mulai tergambar sebuah cerita, tentang sebuah fiksi, tentang dunia di luar realita, tapi itu sangat menarik,” katanya kepada NU Online, di pendapa LKiS, beberapa waktu lalu.

Tohari mengaku, ia tidak merasa dipaksa sang kakek untuk mendengarkan ceritanya karena ia bercerita dengan menarik. Pada akhirnya ketagihan. “Saya merasa, awal saya masuk ke dunia sastra adalah dongeng itu,” tambahnya.  

Kemudian pada waktu kelas lima ia mulai membaca komik. SMP mulai membaca novel klasik. Di SMP tersebut sebenarnya tidak lengkap menyediakan buku-buku sastra. Tapi untungnya, dia mengenal seorang guru yang mengoleksi lengkap buku-buku sastra. Kepadanya ia meminjam buku.

Ia kemudian mulai membaca buku-buku klasik seperti Azab dan Sengsara, Salah Asuhan, Belenggu dan lain. “ Saya mulai terkagum-kagum kepada orang yang menyusun cerita,” katanya.

Meski demikian ia mengaku tidak berani membayangkan akan menjadi penulis karena penulis hebat, baginya seperti berada di langit sana.

Di samping itu, asupan bacaan didapat dari koran Duta Masyarakat. Ayah Tohari yang aktivis NU di tingkat kecamatan tahun 1955 itu berlangganan koran tersebut. “Karena dia pengurus NU, mungkin dianjurkan PBNU untuk langganan Duta Masyarakat,” katanya.  

 

Penulis: Abdullah Alawi