Nasional

Gus Baha: Senang, Menjadikan Anda Pantas Bertemu Allah

Jum, 2 Juni 2023 | 06:00 WIB

Gus Baha: Senang, Menjadikan Anda Pantas Bertemu Allah

Rembang, KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) ketika mengisi ceramah dalam Haul KH Munawwar Ke- 52 & Harlah Pesantren Mansyaul Huda ke-97 di Sendang, Senori, Tuban, Jawa Timur, Rabu (31/5/2023) malam. (Foto: Tangkapan layar Youtube Mansyaul Huda 01)

Jakarta, NU Online 
Ulama asal Narukan, Kragan, Rembang, KH Bahauddin Nur Salim meminta umat Islam untuk senang dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Hal itu ia utarakan ketika mengisi ceramah dalam Haul KH Munawwar Ke- 52 & Harlah Pesantren Mansyaul Huda ke-97 di Sendang, Senori, Tuban, Jawa Timur, Rabu (31/5/2023) malam.


“Saya minta, jadi orang Islam itu yang senang. Karena senang itu yang menjadikan Anda pantas bertemu Allah swt,” kata Gus Baha, sapaan akrabnya, sambil mengutip Al-Qur’an.


Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58).
 

Menurut kiai yang kini diamanahi sebagai rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, orang itu harus senang. Karena, menurutnya, inti dari Islam itu radhiitu billaahi rabba


“Orang bisa senang dengan maksiat, dengan hal-hal yang tidak halal. Terus dengan perkara halal tidak bisa senang, itu masalah. Menurut orang-orang yang (ada dalam/mau) daftar wali itu masalah,” jelasnya.


Orang Punya Nasab Ulama

Gus Baha juga menjelaskan, orang yang memiliki nasab ulama, dan ternyata saleh. “Saleh banget rugi, karena leluhurnya saleh kok ikut saleh,” ungkapnya, disambut derai tawa jamaah.


Sejurus kemudian, kiai yang identik menjulurkan rambutnya keluar dari peci itu memberikan argumen ilmiah. Menurutnya, sambil mengutip Al Quran, orang saleh itu punya fasilitas untuk berkumpul bersama keluarganya di surga.


“Orang-orang yang beriman dan anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan mengumpulkan anak cucunya itu dengan mereka (di dalam surga). Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thur ayat 21).


Jadi, lanjut Gus Baha, kalau mbahnya saleh, masuk surga kelas A, lalu cucunya mestinya masuk kelas C, itu diikutkan kelas A. “Karena Tuhan menghargai mbahnya,” terang Gus Baha.


Mbahnya menghadap kepada Allah swt. “Tuhan, cucu saya di mana kok tidak di sini?". 


“Di (surga kelas) ekonomi,” kata Gus Baha, diikuti gelak tawa hadirin.


Karena mbahnya tanya terus-terusan, si cucu tadi oleh Allah swt akhirnya diikutkan kepada mbahnya di surga kelas A.


“Jadi kalau cucu-cucu orang saleh kok ikutan saleh banget ya rugi, tidak memanfaatkan fasilitas tadi, penyertaan tadi,” katanya sabil tertawa.


Sedangkan kalau cucunya alim itu memang sudah sewajarnya. Adapun orang yang tak punya mbah alim, menurut Gus Baha, juga enak. Ia lalu mengisahkan sebuah cerita yang ada di dalam kitab-kitab.


Ada orang-orang saleh bercerita tentang mbah-mbahnya yang alim-alim. Di situ ada orang yang yang tak punya mbah alim tapi tertawa-tawa dan senangnya tak karuan. Lalu ia ditanya. “Kamu kok senang, padahal itu bukan mbah kamu?”


“Lho, kalau mbahku malah aku beban, harus alim. Alhamdulillah, itu bukan mbah saya”katanya.


Di akhir ceramah, Gus Baha menarik kesimpulan bahwa baik orang yang memiliki nasab atau tidak memiliki nasab, sama-sama enaknya.


Setelah Gus Baha, acara dilanjutkan dengan ceramah dari KH Idror Maimoen Zubair atau yang lebih dikenal Gus Idror. Lewat pembawaan yang mirip sekali dengan ayahandanya, ia menggambarkan bagaimana cepatnya dunia semenjak revolusi industri sampai hari ini. Pria berkacamata itu mengajak masyarakat untuk tetap berpegang teguh kepada Islam. Gus Idror juga berharap kepada kalangan pesantren untuk dapat terus beradaptasi dan berinovasi, khususnya di dalam penyelenggaraan pendidikan pesantren.


Kontributor: Ahmad Naufa 
Editor: Syamsul Arifin