Daerah KONFERWIL NU JATIM 2018

Tugas Berat Mengawal Jelang Satu Abad NU

Sel, 17 Juli 2018 | 09:30 WIB

Tugas Berat Mengawal Jelang Satu Abad NU

Kiai Matin (memegang mik) bersama sejumlah kiai PWNU Jatim.

Surabaya, NU Online
Dalam kalender hijriyah, empat tahun lagi Nahdlatul Ulama memasuki usia seratus tahun. Yang harus dilakukan para aktivis jamiyah ini adalah memastikan bahwa ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dapat terkawal dengan baik. 

Hal ini diingatkan KH Abdul Matin saat memberikan pengantar pada rapat pleno lengkap Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Selasa (17/7) petang. Rapat digelar sebagai persiapan akan dilangsungkannya Konferensi Wilayah (Konferwil) NU Jatim pada akhir bulan ini di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. 

“Empat tahun lagi usia NU akan memasuki satu abad,” kata Wakil Rais PWNU Jatim tersebut. Dan dengan usia jelang seratus tahun tersebut hendaknya semua pihak khususnya para aktivis NU untuk dapat menyiapkan jamiyah ini memasuki seratus tahun kedua, lanjutnya.

Dalam pandangan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Bejagung, Semanding, Tuban tersebut, apa yang telah dilakukan para pegiat jamiyah sebagai langkah yang benar. “Kita berpayah-payah dan berkorban demi NU tentunya dengan harapan agar diakui sebagai santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari,” katanya.  

Di hadapan sejumlah kiai PWNU Jatim beserta pengurus badan otonom serta lembaga tersebut, Kiai Matin mengungkapkan bahwa dalam kurun seratus tahun selalu ada ulama yang menjaga NU dan Aswaja. “Dari mulai NU berdiri tahun 1344, kemudian seratus tahun sebelumnya peran ulama demikian sentral,” ungkapnya. Bahkan para pengurus NU adalah kalangan yang melanjutkan serta memperjuangkan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja), lanjutnya.

Oleh sebab itu, apa yang telah diikhtiarkan selama ini dengan menjadi aktivis NU di berbagai tingkatan sejatinya adalah meneruskan perjuangan yang dilakukan para ulama sebelumnya. “Bahkan yang kita perjuangkan saat ini kalau diruntut akan sampai kepada masa Rasulullah SAW,” jelasnya.

Karena pada hakikatnya, perjuangan NU adalah sebagai kelanjutan dari ulama Aswaja sejak 1800 tahun lalu dengan mendirikan pesantren. Demikian pula saat 1700 silam ketika masa Kerajaan Mataram, zaman Wali Songo, hingga para tabiin, sahabat hatta Rasulullah, maka yang diperjuangkan adalah sama yakni Islam Aswaja. 

“Oleh sebab itu, pilihan untuk tetap berkhidmat di NU adalah tepat demi menyelamatkan Islam sebagaimana diajarkan masa Nabi Muhammad SAW,” jelasnya. 

Sekali lagi, Kiai Matin berpesan kepada para peserta rapat yang berlangsung di kantor PWNU Jatim tersebut untuk memaknai keaktifan selama ini sebagai upaya diakui sebagai santri dari Hadratussyaikh. “Dan ada jaminan bahwa mereka yang aktif di NU akan diakui sebagai santri beliau, serta didoakan kelak husnul khatimah,” ungkapnya.

Konferwil NU Jatim akan berlangsung 28 hingga 29 Juli. Permusyawaratan tertinggi di NU Jatim tersebut nantinya akan diikuti 45 utusan. Mereka adalah para Pengurus Cabang NU baik di tingkatan kota serta kabupaten di propinsi ini.

Pada rapat tersebut hadir KH Sadid Djauhari, KH Nuruddin A Rahman, KH Ali Maschan Moesa selaku wakil rais, serta KH Syafrudin Syarif (katib). Sedangkan dari unsur tanfidziyah adalah KH M Hasan Mutawakkil Alallah (ketua), Akh Muzakki (sekretaris), serta pengurus harian lain dan utusan dari badan otonom serta lembaga. (Rof Maulana/Ibnu Nawawi)