Daerah

Ngaji Budaya Sejalan dengan Islam Nusantara

Sen, 7 Mei 2018 | 05:00 WIB

Ngaji Budaya Sejalan dengan Islam Nusantara

ngaji budaya di Jepara Jawa Tengah

Jepara, NU Online
Ngaji dan budaya adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan dan menjadi hal yang sangat penting. Ibarat itu dijelentrehkan Candra Malik saat menjadi pembicara dalam Ngaji Budaya yang diselenggarakan Pesantren Nailun Najah Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara, Sabtu (5/5) malam. 

Menurut Pengasuh Pesantren Asy-Syahadah Karanganyar, Jawa Tengah mendaras Qur’an (ngaji) itu penting tetapi macapatan (budaya) jangan lantas ditinggalkan. Ngaji budaya kata lelaki yang akrab disapa Gus Candra sejalan  dengan amanat Muktamar NU Ke-33 di Jombang, Jawa Timur yang waktu itu menggelorakan Islam Nusantara. 

Didampingi Sujiwo Tejo (budayawan) dan Ammar Abdillah (penyair asal Pati) dirinya menegaskan Islam Nusantara (Isnus) bukanlah mazhab baru. 

“Kenapa dipermasalahkan, masalahnya di mana?,” tanya Candra. Di sela-sela berbicara serius ia malah menyelinginya dengan guyonan. “Ada Islam Negeri, kepanjangan dari UIN, Islam Terpadu singkatan dari SDIT juga tak masalah. Kenapa Islam Nusantara dipermasalahkan?,” ujarnya. 

Masih menurutnya, Isnus adalah upaya untuk merukunkan agama dan budaya. “Agama menjadi ajarannya dan bangga dengan budayanya,” tegasnya kepada jama'ah yang hadir. 

Wakil Ketua PP Lesbumi PBNU itu menambahkan menjadi muslim Nusantara adalah istimewa karena tidak hanya mikir surganya sendiri surga orang lain juga tak luput untuk dipikirkan. Sehingga gerakan budaya adalah gerakan untuk memikirkan orang lain baik kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan.

Senada dengan Gus Candra, Ammar Abdillah penyair asal Pati yang didapuk sebagai pemantik dialog memaparkan ngaji dilakukan agar orang menjadi berharga. Sedangkan budaya yang berasal dari kata budi dan daya menurut tafsirannya budi adalah akhlak dan daya sebagai upaya menampakkan sesuatu. 

Penyair lulusan Timur Tengah itu melanjutkan, masyarakat di Pantura hingga Surabaya kebanyakan sudah beradab tetapi akhlaknya yang kurang. 

Di Jawa urainya memanggil “cuk” sebagai sapaan akrab untuk mengakrabkan satu dengan yang lain sudah menjadi hal yang lumrah. Sedangkan di Arab untuk menyapa satu dengan orang lain dengan banyak basi-basi. 

Ngaji Budaya dalam rangka akhirussanah majelis “Kenduri Syafaat” berlangsung gayeng. Tidak hanya dialog bersama Amar Abdullah, Sujiwo Tejo dan Candra Malik. Tanya jawab juga dilontarkan jama'ah kepada pembicara. 

Ngaji budaya diawali pentas santri dan teatrikal tari sufi. Grup musik wedang “Wedang Rondo” dan paduan suara Unisnu Jepara berkolaborasi dengan Sujiwo Tejo dan Candra Malik saat kedua budayawan itu menyanyikan lagu-lagu yang mereka bawakan. Canda tawa dan tepuk tangan mewarnai kegiatan yang rampung hingga dini hari itu. 

Puncaknya kegiatan ditutup dengan pembacaan maulid dan doa yang dipimpin Gus Muhammad, selaku pengasuh pesantren Nailun Najah. (Syaiful Mustaqim/Muiz)