Daerah

Kitab Kuning Landasan Berpikir Islam Nusantara

Sen, 10 April 2017 | 07:02 WIB

Jember, NU Online
Kitab kuning mempunyai kontribusi penting dalam merekonstruksi tumbuh kembangnya Islam yang ramah. Di dalam kitab kuninglah Islam yang rahmatal lil' alamin dijabarkan secara detail yang kemudian dalam konteks keindonesiaan dikenal dengan  istilah  Islam Nusantara. Karena itu, para santri dan pemuda Nahdlatul Ulama diimbau untuk tidak bosan-bosannya belajar membaca dan memahami isi kitab kuning. 

Hal itu disampaikan Wakil Ketua PCNU Jember H. Miftahul Ulum di hadapan peserta Musabaqah Kitab Kuning di Pondok Pesantren Nurul Falah, Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Jember, Jawa Timur, Sabtu (8/4).

Menurut Cak Ulum, sapaan akrabnya, kitab kuning merupakan salah satu landasan penting cara berpikir para ulama NU dalam memahami Islam secara konprehensif. 

"Kitab kuning adalah kitab yang menjadi materi pokok di pondok pesantren sejak dulu. Dan kitab kuning itulah yang menjadi konstruksi berpikir para ulama seperti Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Kholil Bangkalan, Kiai Hamid Pasuruan, Kiai As'ad Syamsul Arifin dan sebagainya," ucap Cak Ulum.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menambahkan, ulama Indonesia juga banyak yang mempunyai karya kitab kuning, yang itu melengkapi referensi khazanah keislaman Nusantara. 

Dikatakannya, Islam Nusantara menjadi terasa kian penting disaat gerakan liberalisme dan radikalisme semakin massif menyusup dalam kehidupan masyarakat. 

Islam Nusantara, katanya, adalah Islam yang menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan bangsa Indonesia, dan pada saat yang sama juga "memusuhi" liberalisme. 

"Radikalisme itu sangat berbahaya. Liberalisme juga tidak bagus. Karenanya, santri dan pemuda NU harus belajar ktiab kuning untuk menangkal dua pemikiran tersebut," jelasnya.

Musabaqah Kitab Kuning itu diikuti ratusan santri putra dan putri dari berbagai pondok pesantren  se-Kabupaten Jember. Sejumlah pengurus PCNU Jember dan para kiai juga tampak hadir di perhelatan tersebut. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)